Monday, August 2, 2010

Pemblokiran jangan setengah hati


OLEH ARIF PITOYO
Wartawan Bisnis Indonesia

Dalam sepekan terakhir, Kementerian Komunikasi dan Informatika sepertinya tengah ada hajatan besar, yaitu pemblokiran sejumlah situs porno.

Pemblokiran terhadap situs Internet bukan kali ini saja terjadi. Instansi tersebut juga pernah memblokir sebuah halaman blog dan situs film Youtube karena adanya film Fitna.

Meski kebijakan pemblokiran cukup bagus, entah kenapa Kemenkominfo seakan hanya sibuk mengurusi layanan data yang jumlah penggunanya 25 juta orang dibandingkan dengan 180 juta pengguna seluler.

Secara umum, pemblokiran tersebut sebenarnya membawa dampak positif bagi pemanfaatan Internet di Tanah Air, terutama dalam kaitannya dengan kampanye Internet sehat seperti yang digagas oleh ICT Watch bersama Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Kemenkominfo.

Namun, sebaiknya pemblokiran tidak dilakukan secara membabi buta, karena dikha-watirkan situs yang bukan porno tetapi memiliki kemiripan nama juga ikut terblokir.

APJII, atau Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia dan warnet merupakan pihak yang diminta Kemenkominfo untuk memblokir situs porno. Asalkan pemerintah bisa memberikan lP Address yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, anggota APJII dan warnet tidak bisa menolak untuk memblokir situs tersebut.

Adapun mekanisme yang selama ini dijalankan di industri penyedia Internet adalah filtering atau penyaringan atas seizin pelanggan. Tanpa izin pelanggan, PJI tidak bisa melakukan filtering, adapun pemblokiran sendiri harus dilakukan secara merata pada seluruh PJI, baik yang legal maupun yang ilegal.

Seperti kasus pemblokiran Youtube karena adanya film Fitna awal tahun lalu, tidak semua PJI kompak menutup Youtube, sehingga akibatnya, sejumlah PJI yang sudah telanjur menutup Youtube malah ditinggalkan pelanggannya, dan lari ke PJI yang tidak menutup situs aplikasi video tersebut.

Apabila pemerintah baru sekarang ribut-ribut soal situs pornografi, lalu apa tugas dari polisi Internet atau ID SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Indonesia) se-lama ini? Bukankah salah satu tugas ID-SIRTII adalah menyaring IP Address dan log file dari trafik Internet yang mengarah ke pornografi, penipuan, perjudian, atau lainnya yang negatif dan meresahkan masyarakat?

Pemerintah juga seakan lupa, soal situs porno bukanlah konsumsi dari 25 juta pengguna Internet semata, karena masih ada pengguna Internet yang tidak memiliki koneksi secara langsung dengan Indonesia Internet exchange milik APJII.

Pemerintah sepertinya lupa kalau akses Internet bisa lewat BlackBerry yang memiliki serverdi Kanada, atau iPhone dan iPad di Eropa, bahkan akses Internet dari operator telekomunikasi juga tidak tersentuh APJII.

Sudah saatnya pemerintah juga harus berani memaksa Research in Motion (vendor BlackBerry) dan Apple (vendor iPhone dan iPad) untuk membangun server di Indonesia, sekaligus memaksanya mengalirkan trafik data ke IIX dan ID SIRTII untuk disaring kontennya oleh pemerintah.

Kemenkominfo perlu meniru langkah China dan India yang sudah terlebih dahulu memproteksi masyarakatnya denganfiltering konten lewat BlackBerry, Facebook, dan situs lainnya yang dinilai mengganggu norma masyarakat, keamanan, dan ketertiban nasional.

Perkembangan LTE ,

Pengelola National Interconnection Exchange (Nice) Johar Alam mengungkapkan trafik puncak hingga pertengahan tahun ini mencapai 42 Gigabytes (GB), melonjak dari catatan tahun lalu sebesar 19 GB. Pada 2008, trafik Internet puncak mencapai 18 GB.

Meningkatnya trafik Internet membuat operator dan penyedia jasa Internet di Indonesia harus menggunakan altematif teknologi baru, seperti WiMax Mobile dan LTE {long term evolution).

Sekjen Indonesia Telecommunication User Group (Idtug) Muhammad Jumadi mendesak pemerintah segera merealisasikan WiMax dan LTE agar pengguna telekomunikasi bisa menikmati layanan Internet yang berkualitas.

"Agar kami ada pilihan. Baik LTE maupun WiMax harus berjalan beriringan sehingga tercipta kompetisi yang menguntungkan pelanggan. Apabila pada frekuensi existing LTE kurang memadai, perlu adanya penambahan frekuensi," tuturnya. (arif.pitoyo@bisnis.co.id)

No comments: