Tuesday, June 7, 2011

iMessage vs BlackBerry Messenger


BlackBerry Messenger, sudah cukup lama dikenal pengguna smartphone tersebut di Indonesia, bahkan sudah dikenal sejak 2008-an.
Dalam 3 tahun terakhir, BlackBerry Messenger atau BBM seakan tiada tandingannya, meski aplikasi seperti YM lebih luas penggunanya, namun pembentukan komunitas melalui BBM group telah membuat BlackBerry menjadi lebih disukai karena keeksklusifannya.
Selama ini banyak orang berpikir bahwa kelebihan BlackBerry ketimbang smartphone lainnya adalah platform chat di BlackBerry Messenger yang eksklusif dan menyenangkan.

Namun, model interaksi di ruang chatting seperti itu kini juga bakal hadir secara eksklusif di produk perangkat mobile buatan Apple. Dalam pembukaan World Wide Developers Conference (WWDC) 2011, di Moscone Center, San Francisco, California, AS, Senin (6/6/2011), ajang tahunan yang dihadiri ribuan para pengembang software, Apple mengumumkan kehadiran iMessage sebagai salah satu fitur baru dalam iOS 5. Layanan chat ini dapat dipakai untuk berkomunikasi antarpemilik iPhone, iPod Touch, dan iPad.

Seperti halnya BBM, iMessage bisa juga dipakai untuk chatting beramai-ramai alias group chatting dan ada notifikasi kalau ada pesan masuk, tanda kalau pesan telah terkirim dan diterima, serta tanda kalau lawan chat sedang mengetik. Layanan ini bisa digunakan baik lewat jaringan WiFi maupun jaringan seluler 3G. Tidak hanya untuk saling berkirim teks, tapi juga foto dan video.
Apple memang sering menjadi trendsetter produk maupun teknologi yang kemudian diikuti para kompetitornya. Namun, kali ini Steve Jobs kelihatannya harus berani mengakui bahwa ia pun tidak mentabukan copycat dengan meniru kesuksesan BlackBerry Messenger. Persaingan kedua platform bakal makin sengit.
Ketika pertama kali diumumkan kehadirannya, iMessage Apple selalu dikait-kaitkan dengan BlackBerry Messenger (BBM) besutan Research In Motion (RIM). Kesan yang jadinya muncul adalah, iMessage bakal menjadi pesaing terkuat untuk membendung laju BBM.

Padahal jika dilihat secara 'apple to apple', persaingan kedua aplikasi tersebut tak bisa dibandingkan. Pasalnya, keduanya bermain dalam dua platform berbeda. Namun satu hal yang mungkin bisa dikejar adalah, mampukah iMessage menciptakan sebuah fenomena layaknya atau melebihi BBM?

Ya, tak bisa dipungkiri, besarnya nama BlackBerry salah satunya turut dipengaruhi oleh hegemoni BBM. Aplikasi ini sekilas sama seperti layanan chatting lainnya, hanya saja BBM menawarkan 'eksklusifitas' tersendiri.

Faktor inilah yang membuat BBM berbeda dengan Yahoo Messenger, GTalk, MSN Messenger, dan lainnya. BBM hanya bisa dijalankan oleh perangkat BlackBerry, dan setiap identitas BBM ditentukan oleh PIN yang tertanam di setiap perangkat BlackBerry.

Singkat kata, jika Anda ingin menggunakan atau menghubungi akun BBM seorang rekan/keluarga/atau orang lain, maka Anda sebelumnya harus atau dipaksa untuk menggunakan smartphone BlackBerry terlebih dahulu.

Strategi RIM ini nyatanya terbukti manjur hingga membuat BBM bak sebuah fenomena dan PIN menjadi semacam identitas baru bagi setiap pengguna layanan telekomunikasi, tak terkecuali di Indonesia. Ujung-ujungnya bisa ditebak, 'faktor BBM' turut mengangkat pamor penjualan BlackBerry di pasaran.

BBM hingga akhir Mei 2011 tercatat sudah memiliki 43 juta pengguna aktif. Dimana sekitar 100 miliar pesan di BBM lalu lalang setiap bulannya.

Sudah sedemikian kuatnya BBM. Layanan ini pun kadang membuat pengguna ketergantungan hingga membentuk suatu komunitas tersendiri yang sayang untuk ditinggalkan.

Namun kini banyak pihak yang menyebut bahwa kehadiran iMessage akan menggoyang eksistensi BBM. Layanan baru Apple ini pun digadang-gadang dapat membentuk suatu komunitas yang solid di antara pengguna Apple.

Terlebih, sedikit terbuka dengan BBM yang terkoneksi berdasarkan perangkat BlackBerry, iMessage terintegerasi dengan acuan sistem operasi yakni iOS. Artinya, beberapa perangkat besutan Apple seperti iPhone, iPad dan iPod Touch yang dibenamkan iOS dapat menjalankan iMessage.

Sehingga peluang Apple untuk membangun basis komunitas yang sangat besar terbuka lebar. Satu hal lagi, Apple fan boys -- sebutan bagi penggila produk Apple -- terkenal dengan loyalitasnya yang tinggi.

Sementara jika ditilik dari sisi kemampuan, BBM dan iMessage sama kuat. Di iMessage, pengguna bisa mengirim pesan, foto, video, bertukar kontak, melalui perangkat iOS apapun. Aplikasi ini mendukung pula grup chat, serta terintegerasi dengan fitur notifikasi yang hadir pada iOS 5.

Jadi kita lihat saja, akan seperti apa persaingan kedua layanan pesan instant ini nantinya. Mampukah iMessage memikat para Apple Fan Boys layaknya pengguna BBM untuk menciptakan suatu fenomena dan basis komunitas yang solid?

Monday, June 6, 2011

RI belum siap hadapi cyber war


Indonesia, suka atau tidak, terkenal dengan kelihaian hacker-nya. Untungnya, hacker-hacker dari Indonesia masih memiliki rasa nasionalis tinggi, terbukti pada saat ada konfrontasi dengan Malaysia, hacker Indonesia dengan lihainya mengganggu situs-situs berpengaruh di Malaysia dan mengunggah gambar-gambar yang menunjukkan sikap nasionalis kepada Indonesia.

Namun, akhir- akhir ini, peretas lokal juga sering mengganggu situs-situs pemerintahan. Sebenarnya hal ini mesti menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk berinstropeksi, karena peneyrangan itu tentunya bukan tanpa sebab.

Dan yang sangat mengejutkan, yang diserang justru kementerian yang pekerjaannya mengurusi dunia telematika, yaitu teknologi informasi, telekomunikasi, dan multimedia.

Kominfo juga lah yang memiliki polisi cyber, yaitu Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure yang berkantor di Menara Ravindo lantai 17.

Pernyataan Wakil Ketua ID-SIRTII Muhammad Shalahuddien bahwa ID-SIRTII kekurangan dana sangat membuat kita prihatin, karena berarti, RI masih menafikan persoalan keamanan digital, di tengah sebagian besar negara di dunia sangat memberikan perhatian terhadapnya.

Betapa tidak, lembaga yang sebettulnya sangat diandalkan sebagai penjaga ruang cyber di tanah Air ternyata sangat kesulitan untuk mempertahankan kehidupannya sendiri.


Meski tidak banyak bicara, saya rasa setiap negara sudah menyiapkan diri menghadapi cyberwar. Cyber-Hankamrata mungkin ide bagus, namun tetap perlu kekuatan central yang kuat, mengingat komunitas ini cenderung tertutup dan bergerak-maya, konsep intelejen keluar dan ke dalamnya lebih rumit.

Setelah situs Polri, Lemhanas, dan Pertamina, situs Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ikut disusupi. Sialnya, ini bukan yang pertama kali.

Dalam satu bulan, situs Kominfo mengalami dua kali kebobolan. Yang pertama pada 23 Mei silam. Kelompok hacker yang menamakan diri YOGYACARDERLINK tak hanya menampilkan halaman berisi protes terhadap kinerja Kominfo, tetapi juga mengklaim telah mendapatkan akses root dari situs Kominfo.
Ini berarti, pelaku bisa dengan mudah menghapus semua data di server atau menjadikannya sebagai komputer 'zombie'.


Kalau negara seperti Amerika, wilayah pertahanannya (matra) ada lima. Selain yang 3 tradisional (darat, laut, udara). Ada tambahan yaitu outer space dan cyber space.

Saat ini upaya ke arah pembentukan angkatan ke-4 cyber defense baik itu dilakukan Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Komunikasi dan Informasi. Dua Menteri dan Menteri Koordinator telah beberapa kali bertemu melakukan pembahasan dan telah memiliki Tim bersama di tingkat Eselon Satu ke bawah.

Ke atas wacana tersebut konon juga telah sampai ke Presiden melalui DETIKNAS. Sementara di teknis teknis sudah ada banyak sekali kegiatan mulai dari SDM, infrastruktur, organisasi, penganggaran hingga peraturan perundangan pendukungnya sesuai peta jalan masing-masing instansi pelaksana inisiatif.

Tentu proses ini membutuhkan waktu dan berjalan disesuaikan dengan skala prioritas serta kemampuan negara. Upaya ini masih > ditambah perkuatan dari inisiatif intelejen yang berjalan terpisah.

Insiden web defacing seperti dialami sejumlah instansi sejatinya adalah buah dari kelalaian dan kurangnya perhatian dari pemiliknya sendiri. Tidak ada lembaga atau obat yang bisa menjaga apalagi menyembuhkan penyakit ini.

Selama kesadaran itu belum ada maka insiden semacam ini masih akan terus terjadi. Apalagi kelemahan itu sifatnya laten akan selalu ada sehingga satu-satunya cara untuk menangkal dan melindungi adalah dengan upaya yang terus menerus untuk menguasai ilmu, pengetahuan dan keterampilan.

Ini suatu hal yang tidak bisa ditawar dan merupakan resiko melekat pada siapapun yang telah memutuskan untuk eksis di ranah cyber dan memanfaatkan TIK. Sayangnya bahkan lembaga yang mengurus sektor TIK itu sendiri pun ternyata masih sangat kurang, boro-boro menjadi center of excellence.
Shalahuddien mengatakan walaupun insiden web defacing tidak dapat diremehkan (karena menurut UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 tindakan ini adalah pidana berat yang diancam hingga 12 tahun kurungan badan serta denda) akan tetapi sesungguhnya kita tidak perlu terlalu khawatir mengenai nasib situs instansi pemerintahan tersebut karena dari sisi manfaat bagi publik masih sangat sedikit arti keberadaannya.

Yang patut kita khawatirkan justru adalah kondisi layanan publik serta critical information infrastructure kita yang sesungguhnya setiap saat mengalami silent incident seperti misalnya pencurian data strategis.

Untuk yang terakhir ini situasinya lebih parah sebab hampir semua tidak mau mengakui dan bahkan menutupinya misalnya sektor perbankan.