Saturday, July 31, 2010

Sejarah Internet (2)



Internet di Indonesia pada awalnya hanyalah mainan pada akademisi. Sejak akhir 1980-an, Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Pusilkom UI) sudah menggunakan cc-TLD secara terbatas untuk mendukung Unix to Unix Copy Protocol (UUCP) dengan simpul indogtw.uucp.
Secara umum UUCP adalah protokol komunikasi antar komputer berbasis Unix, digunakan juga untuk berkirim dan menerima surat elektronik.
Saat itu, administrative contact ID-TLD pertama adalah Rahmat M. Samik-Ibrahim, salah seorang staf pengajar di Pusilkom UI. Menurut penuturannya dalam salah satu situsnya, banyak keluhan muncul dari komunitas Internet dunia. Penyebabnya, mereka tidak bisa me-reply e-mail dari Indonesia yang melalui simpul indogtw.uucp.
Muncullah desakan agar ID-TLD didaftarkan secara resmi. Karena berbagai alasan teknis dan untuk menghindari konsekuensi teknis dari pendaftaran ID-TLD, UI sejak 1998 hingga 1993 mendekati sejumlah pihak, termasuk Ditjen Postel, Indosat, Perumtel (kini Telkom) dan Lintasarta.
Pendekatan UI ini bertepuk sebelah tangan, perhatian terhadap Internet saat itu boleh dibilang tidak ada. Selanjutnya UI sebagai institusi akademis juga keberatan menindaklanjuti pendaftaran ID-TLD itu.
Samik-Ibrahim mencatat, desakan untuk mendaftarkan ID-TLD kembali menguat sejak Mei 1992. Hal ini dipicu meningkatnya pemakaian ID-TLD dan Domain Tingkat Dua (DTD) tidak resminya menyusul terbentuknya jaringan komputer antarinstansi yang pertama di Indonesia oleh kelompok kerja informal dari BPPT, LAPAN, STT Telkom dan UI.
Atas desakan itu, UI lalu mendaftarkan ID-TLD lewat UUNET di Amerika Serikat (AS). UUNET adalah salah satu PJI tertua dan terbesar di dunia. Penamaan domain di Indonesia mulai tertata, muncullah konvensi DTD dua huruf seperti go.id, co.id, dan net.id.
Lalu pada akhir 1994, Ipteknet yang mengelola ID-TLD dan DTD go.id sedianya juga ditugasi untuk mengelola DTD yang lain. Harapannya saat itu, dari pengalaman Ipteknet mengelola go.id akan menelurkan petunjuk pelaksanaan untuk DTD yang lain.
Namun hal ini tidak pernah terlaksana sepenuhnya. Pada 1995, masuklah Indonet dan RADnet sebagai pengelola DTD seiring perkembangan bisnis PJI saat itu.
Pembentukan APJII
Bergabungnya para PJI untuk ikut mengelola domain tingkat dua ini -khususnya .net.id-mencapai puncaknya dengan pencetusan deklarasi bersama pada Maret 1996. Catatan Samik-Ibrahim menyebutkan 31 orang dari kalangan PJI dan UI yang ikut meneken deklarasi tersebut.
Deklarasi itu mencakup empat hal, salah satunya adalah penunjukkan Pembina Ipteknet Joseph FP Luhukay sebagai administrative contact untuk DTD .net.id. Jos kini Presdir PT Bank Lippo Tbk.
Para peserta juga menyepakati pendirian sebuah "ID*NIC" yang antara lain berfungsi menangani registri alamat IP dan nama domain, terutama .net.id. Pusilkom UI mendapat tugas membuat proposal penyelenggaraan lembaga itu serta tata cara pengelolaan domain yang lain, termasuk .co.id dan .or.id.
Pada 15 Mei 1996, dibentuklah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sebagai hasil dari deklarasi itu juga. Sekjen APJII pertama (1996-1999) dijabat Teddy A. Purwadi. Dia jugalah yang kembali terpilih sebagai Sekjen APJII terbaru (2005-2008).
Tak lama kemudian APJII mendaftarkan ID-NIC sebagai nama merek yang sekaligus menutup peluang pihak lain menggunakan kata-kata atau susunan huruf yang sama tanpa izin.
Dua bulan setelah deklarasi, tepatnya 27 Juli 1997 tim APJII dan UI sepakat mengelola bersama-sama pendaftaran nama domain. Rupanya kolaborasi antara akademisi dan para pengusaha ini tak berjalan lama.
Usulan pengelolaan domain tidak pernah rampung hingga deadline Agustus 1997. Puncaknya, tim UI menyatakan mundur mulai 1 Oktober 1997. ID-TLD berada dalam status quo.
ID-TLD baru
Kegagalan APJII/UI itulah yang kemudian mendorong Samik-Ibrahim sebagai ID-TLD berinisiatif mengembalikan hak pengelolaan kepada IANA. Dia mendeskripsikan pekerjaan ID-TLD saat itu, "diumpamakan sekedar 'menahan' kapal bocor dari tenggelam, cepat atau lambat harus dikembangkan kapal baru dengan nakhoda baru!"
Pengelolaan nama domain tak menentu hingga pada 30 September 1997, Budi Rahardjo dari ITB secara sukarela menyatakan bersedia menangani ID-TLD. Samik-Ibrahim langsung menyetujui langkah Budi.
Namun dia masih menjadi ID-TLD selama 30 September 1997 hingga IANA meresmikan Budi sebagai ID-TLD pada 18 Agustus 1998 setelah mendapat referensi, salah satunya dari Jos Luhukay.
Menurut Samik-Ibrahim, setelah penyerahan ini, "secara de-facto-terhitung 30 September 1997, kebijaksanaan pengelolaan ID-TLD tidak ada sangkut-paut baik dengan pihak APJII maupun pihak UI."
Dia lalu meminta Budi untuk menyiapkan berbagai hal terkait pengelolaan domain. Salah satunya adalah kembali membuat pedoman pengelolaan ID-TLD dan DTD sebelum 6 Februari 2003.
Pedoman pendaftaran domain itu sebisa mungkin mengikuti kerangka kerja global yang disebut RFC-1591.
Budi kemudian menetapkan sistem billing tahunan untuk pendaftaran domain meminjam alamat APJII. Dalam sebuah wawancara pada Maret 2003, Budi menegaskan tetap mempertahankan IDNIC sebagai lembaga nirlaba kendati ada desakan komersialisasi. IDNIC tetap sebagai lembaga independen yang lepas dari intervensi pihak luar.
Hubungan Budi sebagai ID-TLD dan APJII retak setelah asosiasi itu melarang Budi penggunaan nama IDNIC (yang telah menjadi merek) pada Maret 2005. Sekjen APJII saat itu dijabat Heru Nugroho (2002-2005). Pelarangan ini menyusul penerapan sistem registrar-registry yang disosialisasikan Budi.
Dalam sistem itu, pengelolaan nama domain (DTD dan ID-TLD) dan alamat IP dilakukan dua lembaga terpisah. APJII merasa tidak dilibatkan dalam perumusan sistem itu, sebaliknya ID-TLD menuding APJII tidak kooperatif. Karena dilarang memakai IDNIC, Budi lantas mencoret APJII sebagai calon registrar. Budi juga berhenti memakai alamat APJII untuk penagihan dan kembali menggunakan ID-TLD sebagai nama institusi pengelola domain.
Perseteruan saat ini seperti hendak mengulang konflik ID-TLD dan APJII/UI pada 1997-1998. Pihak yang terlibat juga masih muka lama walaupun APJII kini memiliki Dewan Pengurus baru dan mengantongi mandat Munas.
Bedanya, kini pemerintah melalui Departemen Kominfo bersedia turun tangan menjadi mediator, tidak seperti masa-masa 1990-an ketika Ditjen Postel mengabaikan masalah ini dan membiarkannya menjadi api dalam sekam.

Era Warnet (Sejarah Internet 3)

Thursday, July 29, 2010

Sejarah Internet di Indonesia (1)



Sejarah internet Indonesia dimulai pada awal tahun 1990-an. Saat itu jaringan internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network, dimana semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat dan terasa diantara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana Internet Indonesia pada perkembangannya kemudian yang terasa lebih komersial dan individual di sebagian aktivitasnya, terutama yang melibatkan perdagangan Internet.
Sejak 1988, ada pengguna awal Internet di Indonesia yang memanfaatkan CIX (Inggris) dan Compuserve (AS) untuk mengakses Internet.
Berdasarkan catatan whois ARIN dan APNIC, protokol Internet (IP) pertama dari Indonesia, UI-NETLAB (192.41.206/24) didaftarkan oleh Universitas Indonesia pada 24 Juni 1988. RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto, dan Onno W. Purbo merupakan beberapa nama-nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia di tahun 1992 hingga 1994.
Masing-masing personal telah mengontribusikan keahlian dan dedikasinya dalam membangun cuplikan-cuplikan sejarah jaringan komputer di Indonesia.
Di sekitar 1994 mulai beroperasi IndoNet yang dipimpin oleh Sanjaya. IndoNet merupakan ISP komersial pertama Indonesia. Pada waktu itu pihak POSTEL belum mengetahui tentang celah-celah bisnis Internet & masih sedikit sekali pengguna Internet di Indonesia.
Sambungan awal ke Internet dilakukan menggunakan dial-up oleh IndoNet, sebuah langkah yang cukup nekat barangkali. Lokasi IndoNet masih di daerah Rawamangun di kompleks dosen UI, kebetulan ayah Sanjaya adalah dosen UI. Akses awal di IndoNet semula memakai mode teks dengan shell account, browser lynx dan e-mail client pine pada server AIX.
Mulai 1995 beberapa BBS di Indonesia seperti Clarissa menyediakan jasa akses Telnet ke luar negeri. Dengan memakai remote browser Lynx di AS, maka pemakai Internet di Indonesia bisa akses Internet (HTTP).
Seperti kita ketahui bahwa perkembangan usaha bisnis Internet di Indonesia semakin marak dengan 60-an ISP yang memperoleh lisensi dari pemerintah. Asosiasi ISP (APJII) terbentuk di motori oleh Sanjaya cs di tahun 1998-an. Effisiensi sambungan antar ISP terus dilakukan dengan membangun beberapa Internet Exchange (IX) di Indosat, Telkom, APJII (IIX) & beberapa ISP lainnya yang saling exchange. APJII bahkan mulai melakukan manouver untuk memperbesar pangsa pasar Internet di Indonesia dengan melakukan program SMU2000 yang kemudian berkembang menjadi Sekolah2000.

Wednesday, July 28, 2010

Pemblokiran Internet jangan hanya latah


Akhir-akhir ini, Kemenkominfo seperti latah saja ikut2 an meributkan pornografi. Kali ini yang ditembak adalah situs porno Internet.

Entah kenapa, sejak Menkominfo dipegang Tifatul Sembiring, pemerintah seakan sibuk mengurusi layanan yang jumlah penggunanya tidak lebih dari 25 juta orang. Mulai dari pemblokiran blog, RPM Multimedia, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, kampanye Internet sehat, sampai pemblokiran situs porno.

Tentang pemblokiran situs porno, memang sangat bagus untuk diterapkan, terutama agar Indonesia bisa menghasilkan generasi muda yang berkualitas. Namun, sebaiknya pemblokiran tidak dilakukan secara membabi buta, karena bisa jadi yang diblokir tersebut bukan lah situs porno, atau situs selain situs porno ikut ikutan terblokir hanya karena mengandung nama yang hampir sama.

APJII, atau Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia merupakan pihak yang diminta Kemenkominfo untuk memblokir situs porno. Asalkan pemerintah bisa memberikan IP Address yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka anggota APJII tidak bisa menolak untuk memblokir situs tersebut.

Adapun mekanisme yang selama ini dijalankan di industry penyedia Internet adalah filtering atau penyaringan, atas seizin pelanggan. Tanpa izin pelanggan, PJI tidak bisa melakukan filtering, adapun pemblokiran sendiri harus dilakukan secara merata pada seluruh PJI, baik yang legal maupun yang illegal.

Seperti kasus pemblokiran Youtube karena adanya film “Fitna” akhir tahun lalu, tidak semua PJI kompak menutup Youtube, sehingga akibatnya, sejumlah PJI yang sudah telanjur menutup Youtube malah ditinggalkan pelanggannya, dan lari ke PJI yang tidak menutup situs aplikasi video tersebut.

Apabila pemerintah baru sekarang ribut2 soal situs pornografi, lalu apa tugas dari polisi Internet atau ID SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Indonesia) selama ini? Bukankah salah satu tugas ID-SIRTII adalah menyaring IP Address dan log file dari trafik Internet yang mengarah ke pornografi, penipuan, perjudian, atau lainnya yang negative dan meresahkan masyarakat.

Pemerintah juga seakan lupa, soal situs porno bukan lah konsumsi dari 25 juta pengguna Internet semata, karena masih ada pengguna Internet yang tidak memiliki koneksi secara langsung dengan Indonesia Internet eXchange milik APJII.

Pemerintah sepertinya lupa kalau akses Internet bisa lewat BlackBerry yang memiliki server di Kanada, atau iPhone dan iPad di Eropa, bahkan akses Internet dari operator telekomunikasi juga tidak tersentuh APJII.

Apalagi kalau dibandingkan antara pengguna Internet dan seluler, maka [engguna Internet tak lebih hanya seperdelapan dari pengguna seluler.

Pemerintah sudah seharusnya berfikir makro, dan tidak sempit, apalagi dengan mengejar-ngejar pengelola warnet dari kemungkinan pembukaan akses situs porno.

Sudah saatnya pemerintah juga harus berani memaksa Research in Motion (vendor BlackBerry) dan Apple (vendor iPhone dan iPad) untuk membangun server di Indonesia, sekaligus memaksanya mengalirkan trafik data ke IIX dan ID SIRTII untuk disaring kontennya oleh pemerintah.

Kemenkominfo perlu meniru langkah China dan India yang sudah terlebih dahulu memproteksi masyarakatnya dengan filtering konten lewat BlackBerry, Facebook, dan situs lainnya yang dinilai mengganggu norma masyarakat, keamanan dan ketertiban nasional.

Monday, July 19, 2010

'Pemerintah terapkan standar ganda perangkat Israel'


Pemerintah dinilai menerapkan standar ganda terhadap masuknya perangkat dari Israel ke Indonesia.
Dosen Teknologi Informasi Universitas Indonesia Gunawan Wibisono mempertanyakan penerapan sertifikasi yang berbeda antara yang langsung masuk ke operator dengan yang melalui distributor.
“Harusnya disamakan, baik melalui operator atau pun distributor, penerapan sertifikasi harus dilakukan Ditjen Postel Kemenkominfo,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Sejumlah vendor perangkat telekomunikasi dari Israel sudah memasuki pasar Indonesia, seperti Amdocs untuk billing system dan Alvarion untuk produk WiMax.
Berdasarkan http://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1108332/000117891310000884/zk1008093.htm, terungkap bahwa Alvarion memang berasal dari Israel, adapun Amdocs meski memiliki kantor pusat di Amerika Serikat tetapi dimiliki mayoritas oleh Israel.
Kepala Pusat Informasi Kemenkominfo Gatot S. Dewa Broto mengungkapkan pihaknya secara tegas menolak mensertifikasi perangkat dari Israel.
“Namun, kami juga tidak bisa mengawasi apabila mereka deal langsung dengan operator. Kalau mengajukan sertifikasi kepada kami pasti langsung ditolak,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Standardisasi Ditjen Postel Azhar Hasyim bahwa pihaknya tidak bisa mengontrol masuknya perangkat dari Israel apabila langsung masuk ke operator. “Kalau masuk melalui Kemenkominfo tentu akan ada filter dalam pemberian sertifikasinya,” ujarnya.
Operator telekomunikasi menyatakan akan menyaring secara ketat setiap masuknya perangkat telekomunikasi.
VP Marketing and Public Communication PT Telkom Eddy Kurnia mengungkapkan pihaknya selalu memberikan persyaratan sertifikasi setiap kali menggelar tender perangkat telekomunikasi.
Hal senada diungkapkan GM Pengembangan Bisnis Indosat M2 Hermanuddin bahwa perangkat yang dibeli harus memenuhi sertifikasi yang disyaratkan.
Kemenkominfo menegaskan kerja sama dengan negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik melanggar Pasal 21 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi Pasal 21 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi yaitu menghindari konflik politis di masyarakat dan diancam dengan penggelaran tender perangkat ulang sampai pencabutan lisensi."Daripada pro kontra, perangkat yang minta sertifikasi tetapi berbau Israel sekarang langsung kami tolak. Kami pernah menolak produk Israel, terhadap perusahaan bernama Tadiran. Ini merupakan penyedia perangkat monitoring frekuensi. Namun, karena dia identik dengan Israel langsung kita tolak," lanjutnya.
Berdasarkand ata Ditjen Postel, perangkat Articonect dari Abhimata didaftarkan sebagai buatan China, padahal perangkat tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Alvarion.
Terkait dengan Amdocs, Dirut Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengungkapkan Amdocs merupakan Telkomsel memang memiliki hubungan kerjasama dengan Amdocs. Operator seluler terbesar di Tanah Air itu mengizinkan Amdocs mengikuti tender billing system yang mereka gelar beberapa waktu lalu.Kini, tender tersebut sudah selesai dilaksanakan, dan Amdocs akhirnya terpilih sebagai pemenang oleh Telkomsel. Isu Amdocs berbau Israel kembali mengemuka setelah para politisi di Irlandia menyerukan boikot perusahaan tersebut. Bahkan, mereka yang memprotes melarang operator telekomunikasi setempat untuk memilih Amdocs sebagai partner kerja.
Dubes AS untuk Indonesia Cameron R. Hume pernah mengungkapkan kepada Menkominfo Tifatul Sembiring bahwa Amdocs merupakan perusahaan AS.

Tuesday, July 6, 2010

Ketika sang penguasa mengibarkan LTE


Feature of 1st Winner of Telkomsel Award 2010

11 May 2010


OLEH ARIF PITOYO

LTE, atau long term evolution (LTE) merupakan teknologi pita lebar bergerak (mobile broadband) kelanjutan dari teknologi seluler generasi ketiga (3G), HSDPA (high speed downlink packet access), dan HSPA + (high speed packet access plus).
Boleh dibilang, LTE merupakan langkah menuju generasi ke-4 , (4G) meski dalam kenyataannya di lapangan, teknologi tersebut dipasarkan sebagai 4G. Menurut IMT Advanced (International Mobile Telecommunications Advanced), LTE tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan 4G. Sebagian besar operator seluler di Amerika Serikat dan beberapa operator di seluruh dunia mengumumkan rencana untuk mengubah jaringan mereka untuk LTE dimulai pada 2009.
Layanan LTE pertama di dunia dibuka oleh TeliaSonera di dua kota Skandinavia yaitu Stockholm dan Oslo pada 14 Desember 2009. LTE adalah satu set perangkat tambahan ke universal mobile telecommunications system (UMTS) yang diperkenalkan pada 3rd generation partnership project (3GPP) release 8. Banyak dari 3GPP release 8 mengadopsi teknologi 4G, termasuk semua IP arsitektur jaringan.
LTE memberikan tingkat kapasitas downlink sedikitnya 100 Mbps, dan uplink paling sedikit 50 Mbps dan RAW round-trip kurang dari 10 ins. LTE mendukung operator bandwidth., dari 20 MHz turun menjadi 1,4 MHz dan mendukung pembagian frekuensi duplexing (FDD) dan waktu pembagian duplexing (TDD). Bagaimana dengan perkembangannya di Indonesia?
Operator yang sudah memperkenalkan LTE melalui uji coba adalah Telkomsel. Uji coba teknologi LTE ini merupakan bagian dari rangkaian upaya dan inovasi Telkomsel dalam mengimplementasikan pengembangan roadmap teknologi seluler ke tingkat yang lebih tinggi. Diawali dengan layanan 3G pertama kali di Indonesia secara komersial pada 14 November 2006.
Selanjutnya, Telkomsel meluncurkan layanan mobile broadband Telkomsel Flash berbasis teknologi HSDPA (high speed doumlink packet access) pada 6 April 2007 serta proyek Telkomsel Next Generation Flash dengan mengimplementasikan teknologi HSPA + (high speed packet access plus) di 24 broadband city di Indonesia mulai 4 November 2009.
Ke depannya LTE diprediksi akan membawa perubahan industri telekomunikasi cukup signifikan, di mana pada era LTE perkembangan layanan berbasis data akan semakin pesat seiring dengan peningkatan kemampuan teknologi akses tersebut.
Perkembangan layanan berbasis data juga ditentukan oleh berbagai aplikasi/service layer, seperti teknologi IMS, service delivery platform (SDP), dan cloud computing. Di sisi lain, untuk mengembangkan berbagai layanan ke depan operator membutuhkan dukungan dari mitra kerja, seperti penyediakonten, aplikasi, dan device.
Menghadapi era baru layanan mobile broadband. Telkomsel menggelar uji coba teknologi tong term evolution (LTE) pertama di Indonesia dalam waktu dekat. Operator nomor 1 di Indonesia itu melihat LTE sebagai salah satu teknologi alternatif yang dibutuhkan untuk melayani perkembangan mobile broadband khususnya untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan kapasitas dan kualitas layanan mobile broadband yang andal.
Telkomsel saat ini telah memasuki tahap finalisasi kesiapan infrastruktur teknologi yang akan diuji coba, seperti e-node B, mobility management entity (MME), system architecture evolution gateway (SAE-GW), IP multimedia subsystem (IMS), dan lainnya.
Persiapan uji coba LTE telah dimulai sejak Januari 2010, dan diharapkan sebelum akhir semester pertama 2010 sudah dapat dilakukan uji coba download dengan kecepatan tinggi. Sebelum melakukan uji coba. Telkomsel telah melakukan pengkajian teknis maupun bisnis teknologi LTE, terutama kebutuhan akan sumber daya, seperti alokasi frekuensi untuk men-depfoy LTE, kebutuhan investasi baru bagi penyelenggaraan LTE, serta pendayagunaan investasi existing yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan implementasi LTE.
Seluruh upaya ini dilakukan untuk mendukung perkembangan layanan mobile broadband ke depan yang sangat membutuhkan bandwidth besar, seperti data kecepatan tinggi hingga ISO Mbps (downlink) dan 50 Mbps (uplink) untuk mendukung high definition streaming video, voice over Internet protocol (VoIP), dan aplikasi-aplikasi lain yang membutuhkan data kecepatantinggi.



Pembunuh WiMax
Apabila dilihat data dari National Interconnection Exchange (Nice), volume trafik Internet di Indonesia memang terus meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan teknologi yang memadai, terutama mobile broadband. Pada akhir tahun lalu, volume trafik Internet di Indonesia melonjak sampai 19 GB dari catatan akhir 2008 sebesar 10 GB.
Chairman PT Internetindo Data Centra Indonesia Johar Alam Rangkuti mengungkapkan peningkatan trafik komunikasi data tersebut dipicu oleh makin banyaknya akses last mile dalam menjangkau populasi di Indonesia. "Pada 2005 akses last mile baru sekitar 7 juta sambungan dengan volume trafik Internet hanya sekitar 1,4 GB. Namun, seiring dengan bertambahnya akses last mile, baik dari jaringan kabel atau pun nirkabel, volume trafik melonjak tajam," ujarnya.
Johar mengungkapkan LTE merupakan salah satu mesin pembunuh WiMax (worldwide interoperability for microwave Access) sehingga apabila tidak berhati-hati, terutama pada sisi tarifnya, pengguna telekomunikasi akan lebih memilih LTE dibandingkan dengan WiMax.
Langkah Telkomsel menggelar LTE bukannya tanpa persiapan. Sejak awal, Telkomsel sudah menyiapkan pita BWA (insentif sebagai pelaksana USO voice) untuk LTE. Pita 3G tambahan juga sudah disiapkan untuk mendukung teknologi tinggi tersebut. Inovasi anak usaha Telkom tersebut dipastikan akan diikuti oleh operator 3G lainnya, terutama operator yang melihat mobile broadband sebagai akses telekomunikasi masa depan di.tengah era konvergensi. (arif.pitoyo@bisnis.co.ld)

Monday, July 5, 2010

Ketika telepon mulai berdering di Salem


Feature of 3rd winner in XL Award 2009

Minggu, 15/11/2009 21:10:43 WIB

Oleh: Arif Pitoyo

Kecamatan Salem terletak di ujung barat daya wilayah Kabupaten Brebes, berbatasan dengan Kecamatan Banjarharjo dan Ketanggungan di utara, Kecamatan Bantarkawung di timur, Kecamatan Majenang (Kabupaten Cilacap) di selatan, serta Kabupaten Kuningan (Jawa Barat) di barat.
Kecamatan Salem merupakan daerah pegunungan (400-900 mdpl), berada di lembah yang dikelilingi hutan dan deretan pegunungan di sekitarnya, berhawa sejuk dan memiliki panorama yang indah. Lanskap Kecamatan Salem mirip mangkok bakso, di mana di kiri kanan adalah daerah pegunungan--pebukitan yang cukup tinggi sementara di tengah-tengahnya adalah wilayah kecamatan Salem. Dengan kondisi daerah tersebut wilayahnya merupakan daerah yang masih cukup terisolir.
Akhir-akhir ini, masyarakat Salem sudah bisa menikmati fasilitas telepon (ponsel), jaringan listrik, dan angkutan umum. Jaringan PLN baru masuk ke wilayah tersebut sejak 1997. Jaringan telepon satelit akhir-akhir ini semakin populer, sebab jaringan telepon kabel belum tersedia. Mungkin di sinilah uniknya, kecamatan ini letaknya tidak jauh dari ibukota negara, juga masih di pulau Jawa, akan tetapi fasilitas-fasilitas standard seperti (listrik, jaringan telepon, jalan raya, dll), dapat dinikmati secara merata setelah era reformasi. Baru pada 2009 fasilitas Internet dapat dinikmati dengan adanya warnet di kota kecamatan.
Meski demikian, ada juga sebagian desa di kecamatan tersebut yang belum tersentuh akses telekomunikasi dan bersama 39 desa lainnya di Kabupaten Brebes masuk dalam bagian program universal service obligation (USO) tahun ini.
Salem dapat diakses dengan jalan darat melalui tiga jalur utama, yaitu dari Bumiayu (timur) sekitar 40 km, dari Majenang (selatan) sekitar 20 km, atau dari Banjarharja melalui desa Sindangheula dan mendaki Gunung Lio utara (sekitar 30 km).
Untuk dilalui kendaraan roda empat cuma ketiga jalur tersebut. Akan tetapi harus ekstra hati-hati karena terjal, terutama dari arah Sindangheula (utara). Ada satu lagi jalur alternatif, yaitu jalur barat Kuningan melalui desa Capar--Ciwaru, tetapi harus dengan jalan kaki.
Dengan medan yang sangat sulit dan akses jalan yang demikian terbatas, maka penduduk Salem yang rata—rata bekerja sebagai petani, sangat sulit untuk memasarkan hasil buminya dengan harga yang baik. Akses telepon, meskipun masih sangat terbatas, ternyata cukup membantu masyarakat dalam memperbaiki tingkat kehidupannya dan sekaligus mengatasi kendala medan yang berat.
Sarana telepon yang sebenarnya sudah ada di beberapa desa sejak 2005, tetapi karena kurang tepat sasarannya, keberadaan fixed line yang lambat laun lebih tergantikan dengan nirkabel baru terasa pemanfaatannya dalam setahun terakhir. Pemanfaatan sarana telepon tersebut cukup mengubah wajah desa.
Hasil pertanian di Salem a.l. padi, kelapa, sayur mayur, dan palawija. Selain itu, Salem juga merupakan penghasil kayu hasil hutan lainnya, terutama kayu pinus, bambu, mahoni dan al-basiah (umumnya hasil perkebunan rakyat), serta getah pinus. Hasil pertanian lain yang juga cukup banyak adalah hasil buah-buahan seperti mangga, durian, petai, pisang, nangka, dan buah lainnya.
Sebelum masuknya telepon seluler, kebanyakan hasil pertanian langsung dikirim ke daerah terdekat, seperti Bumiayu, atau bisa lebih jauh lagi ke Tegal atau Purwokerto.
Harga pun dipermainkan hingga keuntungan yang diperoleh petani sangat kecil karena tengkulak menjadi penentu harga. Apabila ingin dapat harga yang lebih bagus, maka petani biasanya langsung membawa hasil buminya ke pedagang pasar di daerah Tegal, Brebes, atau Purwokerto.
Namun, hal ini tentunya memakan biaya transportasi yang cukup besar, sehingga harga yang bagus tetap harus dibayar dengan pengeluaran operasional yang besar.


Pengaruh telekomunikasi
Dengan kehadiran base transceiver station (BTS) operator seluler seperti Excelcomindo Pratama (XL) di wilayah tersebut, masyarakat Salem menjadi lebih terbuka dan modern. Hasil bumi tidak perlu diantar dan ditawarkan ke pedagang grosir secara door to door, melainkan cukup ditawarkan melalui telepon ke beberapa tengkulak hingga mendapatkan harga yang baik.
Update harga berbagai hasil bumi dan ternak juga bisa selalu dipantau melalui hotline Dinas Pertanian Kabupaten Brebes sehingga bisa mendapatkan gambaran harga terendah untuk produk tertentu.
Meski kelihatannya tertinggal, tetapi di Salem terdapat sarana pendidikan dari tingkat SD hingga SLTA. Selain banyak yang merantau ke luar kota selepas lulus SLTA, anak-anak asli Salem banyak juga yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi ke berbagai daerah, ada yang ke Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Ciamis, dan lainnya.
Melalui sarana telepon juga lah pemuda—pemuda Salem bisa mengetahui kondisi di luar desanya dengan menelpon saudara atau teman yang tengah berada di rantau, sehingga bisa mengetahui gambaran kehidupan di luar kota.
Melalui telekomunikasi juga pemuda Salem bisa memperoleh informasi lowongan kerja di tempat teman atau saudaranya bekerja, atau menemukan peluang usaha baru berupa pemasokan barang—barang kebutuhan yang sekiranya dibutuhkan di kota.
Tarmin misalnya, selepas lulus SLTA dia bekerja di sebuah hotel berbintang di Jakarta sebagai pembantu koki memasak di dapur. Dari situ Tarmin mengetahui kebutuhan mendesak dari hotel tempatnya bekerja berupa bahan baku pertanian dan peternakan seperti telur asin.
Tak segan—segan Tarmin pun mengontak rekannya di Salem yang memiliki sawah penghasil bawang merah, cabe, tomat, dan padi. Tarmin juga mengontak keluarganya yang peternak bebek untuk ikut mengirimkan telur asinnya ke Jakarta.
Dari situ lahirlah industri baru di Salem yang menelurkan lowongan pekerjaan bagi warga setempat, berupa industri pengolahan telur asin, pengangkutan sayur mayur, pengadaan sarana transportasi, dan pemasok dari petani-petani setempat.
Selain meningkatkan perekonomian setempat, keberadaan sarana telekomunikasi di Salem juga ikut mengangkat kehidupan sosial masyarakat yang tadinya cukup terbelakang.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)




XL AWARD 2009
Daftar Pemenang
KATEGORI KARYA TULIS – WARTAWAN



1 Chandra Wirawan (Majalah Popular) Konsultasi Seks Nirkabel, Berani Bertanya tidak sesat di jalan

2 N Faizah Rozy (Majalah e-Indonesia) Ponsel di Jari Petani
3 Arif Pitoyo (Bisnis Indonesia) Ketika Telepon Mulai Berdering di Salem
4 Andy Zoeltom (Majalah e-Indonesia) Menggapai Sertifikat Tanah Lewat SMS
5 FX Bambang I (Majalah InfoKomputer Dan Gembel pun Bergaya Hidup Mobile
6 Odie Krisno (Majalah Broadband) Fitting Room Baru Bernama Broadband

Anugerah Telkomsel bagi Jurnalis dan Mahasiswa Indonesia 2010


Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno menyerahkan piala penghargaan kepada Juara Pertama Lomba Karya Tulis Jurnalistik Tingkat Nasional Telkomsel 2010 Arif Pitoyo dari Bisnis Indonesia pada Malam Anugerah bagi Jurnalis dan Mahasiswa Indonesia 2010 (30/6). Pemberian anugerah ini merupakan rangkaian perayaan ulang tahun Telkomsel yang ke-15 untuk mengapresiasi sekaligus memberi kesempatan kepada jurnalis media cetak dan on-line, serta para mahasiswa untuk mewujudkan karya tulis dan karya foto terbaiknya.




Jakarta, 30 Juni 2010
Telkomsel hari ini menggelar malam anugerah bagi jurnalis dan mahasiswa se-Indonesia. Pemberian anugerah ini merupakan rangkaian perayaan ulang tahun Telkomsel yang ke-15. Melalui acara ini, Telkomsel memberi kesempatan pada jurnalis media cetak dan on-line, serta para mahasiswa untuk mewujudkan karya tulis dan karya foto terbaiknya.
Kegiatan ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan untuk jurnalis dan mahasiswa di tingkat nasional. Program yang berlangsung sejak Mei hingga 20 Juni 2010 ini, telah menerima tak kurang dari 500 karya tulis dan 250 karya foto. Hal tersebut menunjukkan tingginya apresiasi dari para jurnalis dan mahasiswa terhadap program ini, sekaligus menjadikan momentum HUT Telkomsel ke-15 menjadi lebih bermakna. Acara ini diperkaya dengan pemaparan materi dunia tulis-menulis dari salah seorang penyair terkemuka Indonesia, esseis, dan intelektual publik Goenawan Mohamad.
Arif Pitoyo dari Bisnis Indonesia, Dahri Maulana dari Koran Peduli, dan Rizagana Tamim dari Investor Daily memperoleh penghargaan jurnalistik tulis tingkat naTambah Videosional, sementara Dede Sudiana dari pewartaindonesia.com, Vidayyub Ahmad dari Seputar Indonesia (Makassar), dan Ruht Semiono dari Suara Pembaruan memperoleh penghargaan jurnalistik foto tingkat nasional. Dari kelompok mahasiswa, Cucun Hendriana dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jonas Klemens dari UGM Yogyakarta, dan Mujahid Zulfadli dari Universitas Negeri Makassar memperoleh nilai tertinggi. Sedangkan Jessica Susanto dari Universitas Kristen Maranatha Bandung, Farida Zalliy dari Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan Benedictus Yanuarto dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta tampil sebagai pemenang karya foto kategori mahasiswa.

Keberhasilan Telkomsel dalam melayani masyarakat Indonesia hingga saat ini tidak lepas dari dukungan yang diberikan rekan-rekan pers dan mahasiswa. Menurut Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno, “Pers merupakan tulang punggung bagi penyampaian informasi yang akurat dan aktual, serta kritik yang membangun. Sedangkan para mahasiswa merupakan sumber bakat yang tiada habisnya untuk berbagai inovasi kreatif yang selama ini menjadi platform Telkomsel dalam melayani Indonesia.”
Anugerah Telkomsel bagi jurnalis dan mahasiswa Indonesia ini merupakan bentuk apresiasi Telkomsel atas peran jurnalis dan mahasiswa yang senantiasa ikut memberi dukungan bagi perjalanan 15 tahun Telkomsel. Dengan sinergi yang baik inilah Telkomsel selalu melahirkan beragam inovasi, baik produk maupun layanan hingga dipercaya oleh lebih dari 86 juta pelanggan di seluruh Indonesia.