Wednesday, May 26, 2010

Vendor asing dinilai intervensi pita LTE



JAKARTA (Bisnis.com): PT Media Cita Indostar—operator Indovision-- menilai wacana penggunaan pita 2,5 GHz untuk teknologi long term evolution (LTE) merupakan ulah vendor asing yang ingin menjual produknya.
“Pemerintah harus berhati—hati, jangan sampai diintervensi oleh vendor asing tersebut. Dulu desakan pita 2,5 GHz untuk WiMax juga karena ulah vendor Internet pita lebar, sekarang giliran vendor LTE yang berharap produknya laku di Indonesia,” ujar Corporate Secretary PT MCI Arya Mahendra kepada Bisnis.com hari ini.
Menurut dia, di negara lain belum ada yang menggunakan LTE, sementara di Indonesia, operator belum mengoptimalkan layanan seluler generasi ketiga (3G) dan belum balik modal.
PT MCI menguasai 150 MHz spektrum pita 2,5 GHz yang digunakan untuk penyelenggaraan layanan broadcasting Indovision melalui satelit Indostar 2/Protostar 2.
Pemerintah mempertimbangkan opsi mengganti rencana pengembangan teknologi pita lebar bergerak dari mobile WiMax ke long term evolution (LTE) dengan menyiapkan pita 2,5 GHz.
Plt Dirjen Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan opsi membatalkan mobile WiMax dan memilih teknologi LTE untuk menggelar layanan pita lebar bergerak (mobile broadband). Pemerintah telah mengalokasikan pita 2,3 GHz untuk teknologi fixed WiMax berteknologi 16d.
Arya menilai teknologi LTE sebaiknya ditempatkan pada pita 3G yang sudah ada sehingga tinggal meng-upgrade teknologinya saja.
“Sebaiknya industri telekomunikasi tidak terus menerus merecoki industri broadcasting dan sebaiknya berjalan bersama di frekuensi masing—masing. Penataan frekuensi pada dasarnya merupakan ulah vendor asing yang ingin memasarkan produknya di Indonesia,” ujarnya.
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menilai LTE seperti WiMax yang bisa dibeberapa rentang frekuensi seperti di 800 MHz, 2,1 GHz, dan 2,5 GHz. “Tidak benar kalau ada intervensi seperti itu,” ujarnya.(api)

Indosat protes layanan purnajual RIM



JAKARTA (Bisnis.com): PT Indosat Tbk memprotes Research in Motion atas layanan purnajual BlackBerry yang ternyata masih belum sesuai dengan harapan pelanggannya di Indonesia.
Chief Marketing Officer Indosat Guntur S. Siboro mengungkapkan operator telekomunikasi sudah melayangkan protesnya kepada vendor asal Kanada tersebut, karena sejumlah pelanggannya mengeluhkan layanan purna jual BlackBerry.
“Operator bukannya tidak melindungi pelanggannya. Apalagi RIM sekarang sudah jualan BlackBerry langsung di Indonesia tanpa melalui operator atau dilernya operator,” ujarnya kepada Bisnis.com hari ini.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga secara tegas meminta Reseach in Motion untuk meningkatkan dukungan (support) layanan purnajualnya di Indonesia.
Perusahaan itu diharapkan tidak mengirimkan produk yang rusak untuk diperbaiki di luar negeri sesuai dengan aturan yang berlaku dan komitmen perusahaan tersebut yang disampaikan September tahun lalu.
Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto mengatakan pihaknya menerima banyak keluhan bahwa perbaikan handset BlackBerry masih dilakukan di Singapura bukan di repair center yang ada di Indonesia.
"Kami akan melakukan penyidikan dan mencari bukti terkait laporan masyarakat ini. Jika ada masyarakat yang memiliki keluhan sama silakan sampaikan langsung kepada regulator," ujarnya.
Dia menegaskan RIM akan menerima sanksi yang lebih berat dari ancaman tahun lalu jika terbukti melakukan tindakan tersebut. Perbaikan perangkat harus dilakukan di Indonesia bukan luar negeri, dan ini berlaku bagi seluruh vendor.
Indonesian Telecommunication User Group (Idtug) sudah mengirimkan somasi kepada RIM sebagai penyedia perangkat dan layanan BlackBerry terkait dengan layanan purnajual yang belum memadai dan merugikan konsumen.
Muhammad Jumadi Idris, Sekjen Idtug, mengatakan pihaknya sudah mensomasi vendor asal Kanada tersebut.
Organisasi itu menilai RIM harus bertanggung jawab terhadap layanan purnajual produk yang sebelumnya dikatakan sudah sesuai dengan standar aturan regulator Indonesia.
"Kenyataannya proses perbaikan handset BlackBerry masih dilakukan di luar negeri, padahal katanya mereka sudah memiliki pusat perbaikan dan pusat layanan di Indonesia," ujarnya.(api)

Kualitas satelit Indonesia makin rendah



JAKARTA (Bisnis.com): Pemerintah dinilai perlu mengklarifikasi keberadaan satelit di Indonesia karena disinyalir memiliki kualitas yang rendah sehingga dikhawatirkan tidak memenuhi lifetime yang sudah diperkirakan sebelumnya.
“Ini penting agar operator satelit bersiap apabila seaaktu—waktu satelitnya sudah tidak berfungsi karena International Telecommunication Union [ITU] hanya memberi waktu 2 tahun bagi satelit yang sudah tidak berfungsi untuk diisi kembali oleh penggantinya,” ujar Eddy Setiawan, mantan Senior Manager of Regulatory Affair PT Pasifik satelit Nusantara yang sekarang menjadi konsultan satelit sejumlah operator.
Menurut dia, bergesernya vendor pembuat satelit dari Amerika Serikat atau negara—negara Eropa ke China dan Rusia membuktikan bahwa operator cenderung mencari satelit yang murah tetapi dirahukan kualitasnya.
Eddy mengakui investasi di sektor satelit sangat tinggi, sementara return of investement-nya cenderung lama, berbeda dengan seluler yang investasinya tidak terlalu mahal tetapi menghasilkan pendapatan yang besar.
“Operator satelit, terutama yang kecil, akan cenderung mencari solusi termurah,s eperti mencari pembuat satelit termurah, atau hanya menumpang transponder di satelit lain melalui sistem sewa atau kondosatelit,” katanya.
Berdasarkan data Bisnis, satelit Telkom 3 yang akan diluncurkan Agustus 2011 dibuat oleh ISS Reshetnev asal Rusia. Sementara satelit Palapa D meski dibuat oleh Thales Alenia Space asal Prancis tetapi diluncurkan dari fasilitas milik Xichang Space Launch Center di Xichang, Provinsi Sichuan, China.
Adapun satelit Indostar juga sebenarnya menumpang di satelit Protostar yang kini dimiliki oleh SES SA untuk menekan investasi, dan satelit Garuda 1 yang bebragi investasi dengan Mabuhay dari Filipina.(api)

Friday, May 7, 2010

BlackBerry melanggar janji



Pada sekitar akhir Januari, handset BlackBerry milik seorang pengguna di wilayah Depok tiba—tiba layarnya mati tanpa alasan yang jelas meski sinyal tetap bekerja seperti biasa. Kebetulan, pengguna tersebut berlangganan layanan BlackBerry dari Indosat, maka untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, pengguna membawa unit BlackBerry tersebut ke Galery Indosat di Sarinah, Jakarta Pusat.
“Paling tidak perbaikan BlackBerry ini selesainya bisa lebih dari 3 bulan, karena kami harus membawanya ke Singapura atau Kanada,” ujar seorang customer service Galery Indosat dengan entengnya.
Kini, hampir 5 bulan sudah berlalu, tetapi BlackBerry yang sudah gak tahu lagi kemana rimbanya kini hampir tidak berbekas dan tak kunjung selesai perbaikannya. Update informasi mengenai perbaikannya juga tidak pernah didapat sehingga pengguna tersebut merasa sangat dirugikan.
Sebenarnya RIM juga menyediakan BlackBerry pengganti pada saat pengajuan perbaikan tersebut, tetapi melalui proses yang cukup rumit, dan itu pun harus melalui persetujuan kator pusat RIM di Kanada.
Apabila persetujuan dari RIM sudah didapat, belum tentu juga BlackBerry pengganti langsung diberikan karena tergantung persediaan di Galery yang bersangkutan.
Padahal, RIM sudah menyatakan bahwa service centre BlackBerry di Indonesia sudah memenuhi standar seperti di Singapuira sehingga pengguna tidak lagi membawa BalckBerry yang rusak ke negara tersebut.
Indonesia Telecommunication User Group (Idtug) secara tegas akan mengirimkan somasi ke RIM karena mengabaikan penggunanya di Indonesia dengan tidak menyediakan service center yang standar seperti yang sudah dijanjikan.
Dan yang sangat disayangkan, operator nampaknya tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk membela pelanggannya yang teraniaya. Regulator juga terkesan diam saja meski sebenarnya sudah banyak kejadian serupa dialami pelanggan BalckBerry.
Research in Motion (RIM), vendor BlackBerry asal Kanada, memang mengaku sudah mendirikan layanan purnajual di Indonesia per 21 Agustus 2009 melalui surat produsen tersebut kepada BRTI No. 652/2009 tertanggal 15 Juli 2009. Setidaknya enam pusat layanan sudah dibuka oleh vendor ponsel pintar tersebut.
RIM juga berjanji layanan purnajual yang dimilikinya sesuai dengan standar di Singapura dan akan terus bekerja sama dengan Indonesia seperti dengan 165 negara tempatnya beroperasi.
Dalam operasionalnya, RIM menjalin kerja sama dengan Teleplan Indonesia untuk penyediaan fasilitas dukungan perbaikan di dalam negeri bagi para pengguna BlackBerry di Indonesia.
Bahkan tim dari Departemen Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengunjungi RIM-Authorized Repair Facility yang ada di Indonesia.
Pada saat itu, rapat pleno Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) secara prinsip dapat menerima kelengkapan, mekanisme, dan prosedur fasilitas reparasi resmi yang dimiliki RIM.
Namun kenyataannya, ketika sejumlah pengguna BlackBerry mencoba memperbaiki handset tersebut, pihak mitra RIM di Indonesia menyatakan masih akan membawanya ke Singapura atau Kanada dengan jangka waktu penyelesaian hingga 3 bulan.
Waktu 3 bulan dinilai terlalu lama dan tidak akan terjadi apabila RIM menyediakan layanan purnajual yang memadai di Indonesia. Karena vendor handset merek lain yang sudah memiliki layanan purnajual di Indonesia hanya memerlukan waktu maksimal 2 minggu jenis kerusakan handset yang sama.
Melecehkan pemerintah
Memang benar RIM menyediakan handset pengganti, tetapi handset pengganti tersebuthanya diberikan selama persediaan masih ada dan harus melalui proses dengan persetujuan RIM.
Direktur Kebijakan Publik Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Kamilov Sagala mempertanyakan komitmen RIM pada pelanggan BlackBerry di Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
"Hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Jelas ini merupakan pelecehan terhadap kebijakan pemerintah karena tujuan adanya layanan purnajual BlackBerry adalah setiap kerusakan atau gangguan bisa langsung ditangani di Indonesia sehingga tidak memerlukan waktu yang lama," tuturnya.
Menurut dia, regulator, dalam hal ini Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), harus tegas dan menindak vendor asal Kanada tersebut.
Idtug mendesak RIM agar tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar untuk mengambil keuntungan saja, regulator juga sebaiknya mengawasi dan mengecek layanan purnajual RIM lebih teliti dan tidak sekadar menerima janji-janji yang ternyata tidak benar sepenuhnya.
Depkominfo sendiri pernah membekukan sertifikasi BlackBerry baru mulai periode Juni sampai dengan 16 Juli 2009.
Bahkan pemerintah sempat berencana membekukan impor BlackBerry secara total baik baru ataupun lama karena RIM tidak menunjukkan komitmen jelas mengenai pendirian layanan purnajual.
Sebelumnya juru bicara manajemen Research In Motion, Waterloo, Kanada, menuturkan fasilitas layanan reparasi akan memperluas kemampuan layanan purnajual RIM yang telah ada. "Ini juga untuk mendukung pertumbuhan penjualan smartphone BlackBerry oleh mitra-mitra kami di Indonesia," ujarnya.
Dengan adanya kasus BlackBerry rusak yang dibawa ke Singapura atau Kanada tersebut, membuktikan bahwa vendor tersebut sudah melanggar janji, baik janjinya ke pemerintah, regulator, maupun masyarakat penggunanya.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)