Wednesday, September 10, 2008

Sejarah Telekomunikasi di Indonesia

Oleh : Arif Pitoyo

Pada dasarnya telekomunikasi telah dikuasai asing sejak zaman kolonial yaitu saat di mana Telkom baru berdiri. Indosat pun sejak awal lahirnya pada 1967 tak luput dari peran pemodal asing. Baru pada 1980 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh saham Indosat, sehingga menjadi BUMN.

Namun, ternyata asing kembali lagi bermain pada 1993. Saat itu, kebijakan pemerintah RI menempatkan Telkom dan Indosat sebagai dua penyelenggara telekomunikasi lokal yang melakukan praktik monopoli.

Karena keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah maupun operator telekomunikasi, maka pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya jaringan telekomunikasi tetap (fixed wireless) lokal saat itu dilakukan melalui pengikutsertaan modal asing.

UU No. 3/1989 tentang Telekomunikasi dan PP No. 8/1993 serta Kepemenparpostel No. 39/1993 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Dasar memungkinkan kerja sama antara Telkom atau Indosat dengan perusahaan lain dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi dasar.

Ketiga regulasi itu menetapkan bahwa kewajiban kerja sama antara badan penyelenggara dan badan lain dalam penyelenggaraan telekomunikasi dasar dapat berbentuk usaha patungan (join venture), kerja sama operasi (KSO) atau kontrak manajemen (KM).

Memang benar seperti dinyatakan dalam PP No. 20/1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA: penanaman modal bidang usaha telekomunikasi dapat dilakukan oleh penanam modal asing patungan asal kepemilikan peserta Indonesia minimal 5% dari seluruh modal yang disetor. Akan tetapi, dalam schedule of commitment traktat multilateral WTO, Indonesia menyatakan bahwa kepemilikan asing atas saham penyelenggara jasa telekomunikasi dasar dapat sampai 35%.

Pada jasa telekomunikasi bergerak, sesuai dengan UU No. 3/1989, dewasa ini penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak adalah perusahaan lain baik asing atau lokal yang bekerja sama secara patungan dengan Telkom atau Indosat atau kedua-duanya.

Dari hal tersebut, lahirlah operator-operator seluler baru seperti Satelindo (patungan antara Indosat, Telkom, dengan operator GSM di Jerman DeTeMobil) dan Telkomsel (patungan antara Telkom, Indosat, PTT Telecom Netherlands dan Setdco Megacell Asia)

Hal yang berbeda dilakukan XL, karena operator tersebut lahir tanpa ada dua perusahaan incumbent baik Telkom dan Indosat di dalamnya, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 3/1989.

Mulai dekade 2000-an, banyak bermunculan operator baru baik seluler atau pun telepon nirkabel tetap seperti Mobile-8 Telecom, PT bakrie Telecom, PT Natrindo Telepon Seluler, PT Hutchison CP Telecommunication, PT Smart Telecommunication, dan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.

Kebanyakan operator baru tersebut lebih mengandalkan tarif untuk menggenjot pemasaran dibandingkan dengan memperluas dan meningkatkan kualitas jaringan. Sebagian besar malah tidak memiliki base transceiver station melainkan menumpang di menara telekomunikasi milik operator lain yang sudah lama berdiri.

Pada 2004, telah mulai muncul operator 3G, meski pemberian lisensinya sedikit kontroversial. Pemerintah telah memberikan izin secara gratis dengan harapan memperoleh pendapatan secara bertahap seiring berkembangnya operator 3G. Izin layanan 3G pertama diberikan kepada PT Cyber Access Communication (CAC) pada 2003 setelah menyisihkan sebelas peserta lainnya dalam sebuah beauty contest.

CAC yang pada Februari lalu 60% sahamnya diambil alih oleh Hutchinson mendapatkan alokasi pita lebar 15 Mhz. Alokasi frekuensi yang diterima CAC merupakan yang terbesar dibandingkan dengan operator lain.

Lisensi untuk 3G melalui beauty contest ini bisa jadi merupakan yang pertama sekaligus yang terakhir dalam sejarah industri telekomunikasi di Tanah Air. Hal ini karena pemerintah segera membuat kejutan pada kuartal pertama 2004 dengan memberikan lisensi kepada Lippo Telecom dengan pita lebar 10 Mhz.

Sementara pada periode 1999-2003 izin untuk menyelenggarakan layanan telekomunikasi pada spektrum frekuensi layanan generasi ketiga (1.900 Mhz-2.100 Mhz) juga meluncur. Lisensi tersebut diantaranya untuk PT Wireless Indonesia, Indosat Starone, Telkom Flexi, dan Primasel masing-masing dengan pita lebar 5 Mhz.

Izin untuk layanan seluler CDMA-EVDO maupun CDMA-1X inilah yang belakangan menimbulkan tumpang tindih dengan pita frekuensi yang hendak digunakan untuk layanan generasi ketiga Wideband CDMA. Hal ini karena baik 3G dengan teknologi Wideband CDMA dan CDMA menggunakan frekuensi yang saling berkomplementer.

Layanan generasi ketiga Wideband CDMA dalam spektrum frekuensi di Indonesia bekerja pada pita 1.920 Mhz hingga 1.980 Mhz. Sementara CDMA1X bisa beroperasi pada pita 1.930 Mhz hingga 1.990 Mhz. Standar ITU mensyaratkan 3G hanya bisa bekerja pada spektrum yang terbatas yakni 60 Mhz.

Foto:https://www.ubu.org.uk

Tuesday, September 9, 2008

Profil Operator Telekomunikasi di Indonesia

TELKOM


Uraian Singkat

Sebagai operator tertua dan terbesar di Indonesia, tentunya Telkom memiliki jaringan yang sangat luas, baik kabel maupun nirkabelnya. Selain ditunjang infrastrukturnya sendiri, Telkom juga melengkapi infrastruktur selulernya pada diri Telkomsel.

Karena masih menguasai jaringan, maka secara otomatis pelanggan operator ini akan menikmati jaringan yang luas dan berkualitas.

Mulai beroperasi : Zama kolonial Belanda

Teknologi yang digunakan : CDMA dan fixed line

Frekuensi : 800 MHz dan serat optik

Jumlah pelanggan : sekitar 10 juta orang

Pangsa pasar : 75%

Nama produk : Flexi Classy (Pascabayar)

Flexi Trendy (Prabayar)

Telepon rumah

Coverage : 95% wilayah kecamatan di Indonesia


Rekomendasi

Bagi pelanggan rumahan, operator ini memang merupakan pilihan terbaik karena akses sinyalnya pasti stabil, baik untuk percakapan maupun Internet. Namun bagi pengguna nirkabel, Flexi masih memiliki banyak kekurangan, terutama seringnya drop call dan belum jernihnya suara.


- TELKOMSEL

Uraian Singkat

Operator tersebut boleh dibilang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia saat ini. Dengan jumlah pelanggan lebih dari separuh pelanggan seluler, dan belanja modal yng terbesar dari operator lainnya, maka Telkomsel muncul sebagai raksasa telekomunikasi di Indonesia.

Pada November 1997, Telkomsel menjadi operator pertama di Asia yag mengenalkan layanan GSM prabayar.

Selain menyediakan layanan seluler 2G, Telkomsel juga menyediakan layanan seluler 3G dan akses data berkecepatan tinggi dalam bentuk Telkomsel Flash.


Mulai beroperasi : 26 Mei 1995

Teknologi yang digunakan : GSM, GPRS, EDGE, WCDMA, HSDPA

Frekuensi : 900/1800 MHz GSM Network

Jumlah pelanggan : 51,3 juta orang (sampai akhir Maret 2008)

Pangsa pasar : 51%

Roaming internasional : 288 operator dan 155 negara

Nama produk : Prabayar (Simpati dan Kartu As)

Pascabayar (Kartu Halo)

Coverage : 95% nasional

Seluruh kecamatan di Sumatra, Jawa, dan

Bali/Nusa Tenggara

Jumlah menara telekomunikasi : 20.884 BTS

Rekomendasi

Dari sisi kualitas, luas jangkauan layanan, dan kehandalan jaringan, Telkomsel memang tak dirgukn lgi. Meski sempat tumbang pada akhir 2006, namun tak mengurangi performa jaringan Telkomsel dalam melayani pelanggannya. Drop call relatif tidak ada, dan keberhasilan pengiriman SMS mencapai 99%.

Namun operator ini juga terkenal memiliki tariff yang mhal dengan margin keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan operator lainnya. Bila pelanggan tak lagi mempersoalkan tariff, teta[pi lebih mengutamakan kualitas layanan dan jaringan, bisa jadi Telkomsel merupakan pilihan yang tepat.


INDOSAT

Uraian Singkat

Operator seluler terbesar kedua di Indonesia itu termasuk operator yang paling lengkap lisensinya. Selain seluler, Indosat juga memiliki lisensi satelit, FWA, NAP, SLJJ, 3G, dan SLI.

Meski memiliki banyak produk, operator tersebut sangat mengandalkan layanan selulernya. Namun akhir-akhir ini Indosat sangat gencar memasarkan dan meluncurkan berbagai program StarOne.

Indosat termasuk operator seluler yang memiliki tariff promosi dengan perubahan yangsangat cepat dan kreatif. Pengguna bisa melihat hal ini sebagai peluang. Namun demikian, efek tariff murah, bahkan gratis yang ditawarkannya sering berakibat jaringnnya menjadi terganggu. Drop call, panggilan gagal, dan SMS gagal kirim makin sering terjadi akhir-akhir ini. Bahkan belakangan muncul SMS sama yang dikirim berulang-ulang dan mengambl pulsa pengirimnya.

Namun demikian, seperti juga Telkomsel, Indosat memikiki jaringan yang sangat luas di seluruh Indonesia. Kualitas jaringannya secara umum juga masih relatif baik-baik saja.

Mulai beroperasi : 1967

Teknologi yang digunakan : GSM, GPRS, WCDMA, HSDPA, CDMA

Frekuensi : 900/1800 MHz GSM Network

Jumlah pelanggan : 24,5 juta seluler dan 600.000 FWA (akhir

tahun lalu)

Pangsa pasar : 28%

Nama produk : Prabayar (Mentari, IM3, dan StarOne)

Pascabayar (Matrix dan Jagoan)

Coverage : 424 kabupaten atau 96% dari total

kabupaten di Indonesia, dan 2.963 kecamatan atau 55% dari total kecamatan di Indonesia

Jumlah menara telekomunikasi : 9.413 BTS (Akhir tahun lalu) tahun ini

tambah 3.000 BTS

Rekomendasi

Dari sisi kualitas memang masih di bawah Telkomsel, apalagi pasca meleburnya Satelindo, konsolidasi internal Indosat masih belum menyeluruh, baik pada sisi jaringan maupun system tagihannya. Ribut-ribut soal buyback Indosat oleh pemerintah RI pun cukup memengaruhi kinerja operator itu. Tapi, operator ini termasuk kreatif dalam meluncurkan berbagai program yang sangat bermanfaat bagi pengguna, dan tarifnya pun tidak terlalu tinggi. Operator ini sangat cocok untuk pengguna telekomunikasi semua kelas, jangkauan di dalam kota pun sangat merata dan bersinyal kuat.


XL

Uraian Singkat

Operator ini memiliki pertumbuhan cukup fantastis, baik dalam hal jumlah pelanggan maupun cakupan layanannya. XL bahkan bisa saja menyalip Indosat dalam hal pangsa pasar. Dalam hal penarifan dan layanan lainnya, XL juga sangat kratif. Sayangnya, hal ini kurang dilengkapi dengan layanan pelanggan yang memadai. Jaringannya memang sudah luas, tapi di beberapa tempat, bahkan di Jawa sekalipun masih ada beberapa titik blank spot.

XL juga sering memiliki masalah dalam hal tagihan pelanggan pascabayar. Tapi dari sisi teknologi, operator ini telah menggunkan teknologi radio dan aplikasi yang cukup canggih.

Mulai beroperasi : November 1995

Teknologi yang digunakan : GSM, GPRS, WCDMA, HSDPA

Frekuensi : 900/1800 MHz GSM Network

Jumlah pelanggan : 22,9 juta

Pangsa pasar : 20%

Nama produk : Prabayar (Bebas, Jempol)

Pascabayar (Xplor)

Coverage : 80% kecamatan

Jumlah menara telekomunikasi : 7.200 BTS

Rekomendasi

Operator ini sangat bagus untuk pengguna yang melek teknologi. Komunikasi datanya cukup bagus meski harganya masih mahal. Operator GSM ini gagal dalam tender SLI.

Pengguna telekomunikasi kelas menengah ke atas mungkin bisa memanfaatkan Xplor atau Jempol. Sementara untuk pelanggan segmen menengah ke bawah bisa menggunakan Bebas.

Kualitas jaringan XL cukup bagus, meski cakupan wilayahnya masih belum begitu luas. Tarif XL tergolong masih mahal, dibandingkan dengan Indosat sekalipun, tetapi sinyal XL diyakini lebih kuat dan jernih.

PT BAKRIE TELECOM

Uraian singkat

Bakrie Telecom merupakan operator FWA berbasis CDMA. Operator ini sedang giat-giatnya membangun jaringan baru sehingga di beberapa wilayah jaringannya belum optimal, bahkan sering drop call.

Bakrie Telecom merupakan operator yang sangat kreatif dengan tariff yang murah sehingga pelanggan disuguhi lyanan-laynan yang sangat asyik. Jaringan milik Bakri Telecom saat ini cukup luas, meski dlam hal kapasitas masih sangat kurang sehingga bila di suatu kota terdapat pengguna yang banyak terancam drop cal atau akses data lambat.

Mulai beroperasi : September 2003

Teknologi yang digunakan : CDMA1X, CDMA ev-do

Frekuensi : 800 MHz CDMA Network

Jumlah pelanggan : 4,9 juta (kuartal I/2008)

Pangsa pasar FWA : 30%

Nama produk : Esia (Prabayar, Pascabayar)

Wimode (untu akses internet)

Coverage : seluruh Jawa, sebagian Sumatra,

Kalimantan, Bali, dan Sulawesi

Jumlah menara telekomunikasi : 1.200 BTS (akhir 2007)

Rekomendasi

Operator ini sangat menguntungkan bila lawan bicara kita juga Esia, karena tarifnya akan sangat murah. Sebaiknya pengguna mengunakan layanan Esia prabayar saja, karena bisa lebih murah sangat signifikan.

Esia yang sudah mengantongi lisensi SLI kini sedang mengejar lisensi SLJJ. Bila hal itu bisa didapat, maka pengguna telekomunikasi sangat diuntungkan operator ini, mengingat tarif SLJJ bisa lebih murah. Sayangnya, sebagai operator FWA, maka nomor pengguna tidak bisa di bawa kemana-mana secara otomatis tanpa menyeting dengan cara tertentu dalam bentuk produk Esia GoGo.

Dengan 3 kanal yang dimilikinya, maka Esia berpotensi menggelar layanan data berkecepatan tinggi Ev-Do. Untuk pengguna rumahan dengan moblitas rendah, maka Esia bisa jadi lternatif yang cukup baik, apalagi lawan bicara kita, baik keluarga atau teman juga menggunakan Esia.


- Mobile-8 Telecom

Uraian singkat

Operator berbasis CDMA ini memiliki 2 produk, yaitu Fren (jenis seluler) dan Hepi (jenis FWA). Tak banyak yang bisa diinformaskan mengenai Hepi karena produk ini masih sangat baru dan belum teruji kehandalannya. Mengenai Fren, produk ini hamper sama dengan Esia, yaitu menguntungkan bila lawan bicranya menggunakan Fren juga. Akses data Fren juga cukup murah dan cukup cepat, sehingga bisa menjadi alternatif yang baik bagi pengguna.

Mulai beroperasi : Desember 2003

Teknologi yang digunakan : CDMA1X, CDMA ev-do

Frekuensi : 800 MHz CDMA Network

Jumlah pelanggan : 3,5 juta (2007)

Pangsa pasar FWA : 10%

Nama produk : Fren(Prabayar, Pascabayar)

Hepi (prabayar)

Coverage : seluruh Jawa, sebagian Sumatra,

Kalimantan, Bali, dan Sulawesi

Jumlah menara telekomunikasi : 1.000 BTS (akhir 2007)


Rekomendasi

Operator ini sangat menguntungkan bila lawan bicara kita juga menggunakan Fren, karena tarifnya akan sangat murah. Fren yang memiliki 4 kanal di frekuensi 800 MHz bisa memberikan layanan yang sangat optimal. Operator seluler itu juga sering menampilkan program paket nomor perdana dengan hp yang harga jualnya lebih murah.

Sistem layanan pelanggan Mobile-8 masih sangat buruk, tagihannya juga masih belum sistematis, tapi sinyalnya saat ini sudah cukup kuat dengan jangkauan yang makin luas di Jawa dan luar Jawa.

Panduan Memilih Operator Telekomunikasi

Oleh: Arif Pitoyo

Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan mengenai tips memilih operator, ada baiknya pengguna telekomunikasi lebih mengenai frekuensi yang dipakai oleh operator di Indonesia.

Di Indonesia kita mengenai 2 teknologi telekomunikasi bergerak yaitu GSM (global system for mobile communications) dan CDMA (code division multiple access).

GSM digunakan oleh operator seluler seperti Telkomsel (Simpati, Kartu As, Halo), Indosat (Mentari, IM3, Matrix), XL (Bebas, Jempol, Xplor), Hutchison (3), dan Natrindo Telepon Seluler (Axis).

Sementara CDMA banyak digunakan oleh operator telepon nirkabel tetap atau FWA (fixed wireless access) seperti Bakrie Telecom (Esia), Telkom (Flexi), Indosat StarOne, dan Mobile-8 Telecom (Hepi).

Namun ada juga operator seluler yang menggunakan teknologi CDMA, yaitu Mobile-8 (Fren), Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (Ceria), dan Smart Telecom (Smart).

CDMA sebagian besar bekerja di frekuensi 800 MHZ, kecuali produk Ceria di 450 MHz dan Smart di 1.900 MHz. Sementara GSM banyak bekerja di frekuensi 1.800 MHz dan 900 MHz.

CDMA dan GSM

CDMA sebenarnya lebih baik dalam hal komunikasi data. Diatas CDMA ada teknologi CDMA Ev-Do yang setara dengan WCDMA (3G versi GSM). Bahkan kecepatan untuk Ev-Do relative lebih tinggi dari WCDMA.

Namun karena penggunanya relatif lebih sedikit dibandingkan GSM, baik di Indonesia maupun dunia, maka CDMA kurang diminati, sehingga di beberapa negara bahkan teknologi CDMA tidak bisa digunakan dan tidak interoperability dengan teknologi GSM.

Sebaliknya, GSM merupakan teknologi massal yang banyak digunakan oleh penggun seluler sehingga baik ketersediaan teknologi maupun interoperabilitasnya tidak diragukan lagi.

GSM merupakan teknologi yang fleksibel, sementara CDMA memiliki karakteristik yang kaku sehingga bila satelit pemancarnya berubah sedikit saja maka koneksi akan langsung terganggu.

Sayangnya, pemerintah tidak mengizinkan GSM dipakai untuk FWA sehingga pada pandangan banyak orang, GSM dianggap teknologi yang mahal. Padahal sesungguhnya, teknologi GSM yang sudah sangat melimpah secara logika seharusnya menurunkan harganya dibanding CDMA.

Frekuensi

Operator CDMA banyak yng menggunakan frekuensi 800 MHz. Di frekuensi itu terdapat 4 operator FWA dan seluler yaitu Bakrie Telecom dengan produknya Esia, Mobile-8 (Fren dan Hepi), Telkom (Flexi), dan Indosat (StarOne).

Pada frekuensi ini, StarOne memperoleh 2 kanal (1 kanal selebar 5 MHz), Mobile-8 4 kanal, Esia 3 kanal, dan Flexi 3 kanal.

Makin lebar kanal maka operator seluler makin leluasa mengembangkan layanan dan cakupannya karena dapat dipastikan kapasitas trafik dan kapasitas pelanggan jadi makin banyak. Makin kecil kanal maka bila penggunanya banyak maka lalu lintas data tentu akan melambat.

Pada bagian ini dapat dipastikan pengguna dapat melihat operator mana yang bisa dipilih menjadi provider telekomunikasinya. Operator CDMA lainnya, yaitu Smart dan Neon lebih banyak terkendala pada handset yang masih sangat jarang karena frekuensi itu memang jarang digunakan di dunia untuk komunikasi CDMA.

Sementara pada teknologi GSM, penggunaan frekuensi relative sama karena masing-msing memiliki lebar yang sama, yaitu 15 MHz. Yang membedakan adalah pada cakupan layannanya. Makin lama operator tersebut berdiri tentunya memiliki jangkauan laynan yng makin luas, apalagi bila didukung dengan pendanaan dan belanja modal yang memadai.


Cakupan dan Karakteristik Layanan

Indosat sebenarnya merupakan operator seluler tertua, namun karena induk Telkomsel yaitu Telkom sudah ada jauh sebelum kemerdekaan RI, maka operator tersebut banyak mewarisi cakupan laynan dan teknologi dari induknya.

Setelah itu ada XL diurutan ketiga sebagai operator seluler tertua, lalu diikuti berturu-turut Hutchison, dan Natrindo Telepon Seluler.

Seluruh operator GSM merupakan operator 3G sehingga selain menyediakan akses percakapan, mereka juga enyediakan akses data dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Operator GSM pendatang baru cenderung kesulitan dalam mengembangkan layanannya dan lebih banyak menyewa menara telekomunikasi dibandingkan mmbangunnya sendiri, apalagi terdapat aturan menara bersama di sejumlah daerah dantingkat nasional.

Perencanaan bisnis suatu operator dipastikan akanlebih baik bila membangun menara sendiri karena titik-titik tersebut telah diperhitungkn melalui kajian yang cukup panjang, sementara untuk yang menyewa lebih banyak menggantungkan sinyalnya pada perencanaan bisnis perusahaan lain.

Operator baru juga masih kesulitan dalam menjalin interkoneksi dengan operator lain sehingga terkadang penggunanya ksulitan menghubungi rekannya yang menggunakan nomor operator lama.

Selain itu, karena jaringan yang relative baru, maka pelanggan operator baru sering mengalami puus sambungan atau drop call. Namun akhir-akhir ini bukan hanya operator baru yang mengalami drop call, karena sejumlah operator besar pun, terutma yang menawarkan tariuf berbeda-beda pada menit-menit tertentu sering mengalami hal tersebut.

Foto:https://depts.washington.ed