Wednesday, July 28, 2010
Pemblokiran Internet jangan hanya latah
Akhir-akhir ini, Kemenkominfo seperti latah saja ikut2 an meributkan pornografi. Kali ini yang ditembak adalah situs porno Internet.
Entah kenapa, sejak Menkominfo dipegang Tifatul Sembiring, pemerintah seakan sibuk mengurusi layanan yang jumlah penggunanya tidak lebih dari 25 juta orang. Mulai dari pemblokiran blog, RPM Multimedia, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, kampanye Internet sehat, sampai pemblokiran situs porno.
Tentang pemblokiran situs porno, memang sangat bagus untuk diterapkan, terutama agar Indonesia bisa menghasilkan generasi muda yang berkualitas. Namun, sebaiknya pemblokiran tidak dilakukan secara membabi buta, karena bisa jadi yang diblokir tersebut bukan lah situs porno, atau situs selain situs porno ikut ikutan terblokir hanya karena mengandung nama yang hampir sama.
APJII, atau Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia merupakan pihak yang diminta Kemenkominfo untuk memblokir situs porno. Asalkan pemerintah bisa memberikan IP Address yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka anggota APJII tidak bisa menolak untuk memblokir situs tersebut.
Adapun mekanisme yang selama ini dijalankan di industry penyedia Internet adalah filtering atau penyaringan, atas seizin pelanggan. Tanpa izin pelanggan, PJI tidak bisa melakukan filtering, adapun pemblokiran sendiri harus dilakukan secara merata pada seluruh PJI, baik yang legal maupun yang illegal.
Seperti kasus pemblokiran Youtube karena adanya film “Fitna” akhir tahun lalu, tidak semua PJI kompak menutup Youtube, sehingga akibatnya, sejumlah PJI yang sudah telanjur menutup Youtube malah ditinggalkan pelanggannya, dan lari ke PJI yang tidak menutup situs aplikasi video tersebut.
Apabila pemerintah baru sekarang ribut2 soal situs pornografi, lalu apa tugas dari polisi Internet atau ID SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Indonesia) selama ini? Bukankah salah satu tugas ID-SIRTII adalah menyaring IP Address dan log file dari trafik Internet yang mengarah ke pornografi, penipuan, perjudian, atau lainnya yang negative dan meresahkan masyarakat.
Pemerintah juga seakan lupa, soal situs porno bukan lah konsumsi dari 25 juta pengguna Internet semata, karena masih ada pengguna Internet yang tidak memiliki koneksi secara langsung dengan Indonesia Internet eXchange milik APJII.
Pemerintah sepertinya lupa kalau akses Internet bisa lewat BlackBerry yang memiliki server di Kanada, atau iPhone dan iPad di Eropa, bahkan akses Internet dari operator telekomunikasi juga tidak tersentuh APJII.
Apalagi kalau dibandingkan antara pengguna Internet dan seluler, maka [engguna Internet tak lebih hanya seperdelapan dari pengguna seluler.
Pemerintah sudah seharusnya berfikir makro, dan tidak sempit, apalagi dengan mengejar-ngejar pengelola warnet dari kemungkinan pembukaan akses situs porno.
Sudah saatnya pemerintah juga harus berani memaksa Research in Motion (vendor BlackBerry) dan Apple (vendor iPhone dan iPad) untuk membangun server di Indonesia, sekaligus memaksanya mengalirkan trafik data ke IIX dan ID SIRTII untuk disaring kontennya oleh pemerintah.
Kemenkominfo perlu meniru langkah China dan India yang sudah terlebih dahulu memproteksi masyarakatnya dengan filtering konten lewat BlackBerry, Facebook, dan situs lainnya yang dinilai mengganggu norma masyarakat, keamanan dan ketertiban nasional.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment