Feature of 3rd winner in XL Award 2009
Minggu, 15/11/2009 21:10:43 WIB
Oleh: Arif Pitoyo
Kecamatan Salem terletak di ujung barat daya wilayah Kabupaten Brebes, berbatasan dengan Kecamatan Banjarharjo dan Ketanggungan di utara, Kecamatan Bantarkawung di timur, Kecamatan Majenang (Kabupaten Cilacap) di selatan, serta Kabupaten Kuningan (Jawa Barat) di barat.
Kecamatan Salem merupakan daerah pegunungan (400-900 mdpl), berada di lembah yang dikelilingi hutan dan deretan pegunungan di sekitarnya, berhawa sejuk dan memiliki panorama yang indah. Lanskap Kecamatan Salem mirip mangkok bakso, di mana di kiri kanan adalah daerah pegunungan--pebukitan yang cukup tinggi sementara di tengah-tengahnya adalah wilayah kecamatan Salem. Dengan kondisi daerah tersebut wilayahnya merupakan daerah yang masih cukup terisolir.
Akhir-akhir ini, masyarakat Salem sudah bisa menikmati fasilitas telepon (ponsel), jaringan listrik, dan angkutan umum. Jaringan PLN baru masuk ke wilayah tersebut sejak 1997. Jaringan telepon satelit akhir-akhir ini semakin populer, sebab jaringan telepon kabel belum tersedia. Mungkin di sinilah uniknya, kecamatan ini letaknya tidak jauh dari ibukota negara, juga masih di pulau Jawa, akan tetapi fasilitas-fasilitas standard seperti (listrik, jaringan telepon, jalan raya, dll), dapat dinikmati secara merata setelah era reformasi. Baru pada 2009 fasilitas Internet dapat dinikmati dengan adanya warnet di kota kecamatan.
Meski demikian, ada juga sebagian desa di kecamatan tersebut yang belum tersentuh akses telekomunikasi dan bersama 39 desa lainnya di Kabupaten Brebes masuk dalam bagian program universal service obligation (USO) tahun ini.
Salem dapat diakses dengan jalan darat melalui tiga jalur utama, yaitu dari Bumiayu (timur) sekitar 40 km, dari Majenang (selatan) sekitar 20 km, atau dari Banjarharja melalui desa Sindangheula dan mendaki Gunung Lio utara (sekitar 30 km).
Untuk dilalui kendaraan roda empat cuma ketiga jalur tersebut. Akan tetapi harus ekstra hati-hati karena terjal, terutama dari arah Sindangheula (utara). Ada satu lagi jalur alternatif, yaitu jalur barat Kuningan melalui desa Capar--Ciwaru, tetapi harus dengan jalan kaki.
Dengan medan yang sangat sulit dan akses jalan yang demikian terbatas, maka penduduk Salem yang rata—rata bekerja sebagai petani, sangat sulit untuk memasarkan hasil buminya dengan harga yang baik. Akses telepon, meskipun masih sangat terbatas, ternyata cukup membantu masyarakat dalam memperbaiki tingkat kehidupannya dan sekaligus mengatasi kendala medan yang berat.
Sarana telepon yang sebenarnya sudah ada di beberapa desa sejak 2005, tetapi karena kurang tepat sasarannya, keberadaan fixed line yang lambat laun lebih tergantikan dengan nirkabel baru terasa pemanfaatannya dalam setahun terakhir. Pemanfaatan sarana telepon tersebut cukup mengubah wajah desa.
Hasil pertanian di Salem a.l. padi, kelapa, sayur mayur, dan palawija. Selain itu, Salem juga merupakan penghasil kayu hasil hutan lainnya, terutama kayu pinus, bambu, mahoni dan al-basiah (umumnya hasil perkebunan rakyat), serta getah pinus. Hasil pertanian lain yang juga cukup banyak adalah hasil buah-buahan seperti mangga, durian, petai, pisang, nangka, dan buah lainnya.
Sebelum masuknya telepon seluler, kebanyakan hasil pertanian langsung dikirim ke daerah terdekat, seperti Bumiayu, atau bisa lebih jauh lagi ke Tegal atau Purwokerto.
Harga pun dipermainkan hingga keuntungan yang diperoleh petani sangat kecil karena tengkulak menjadi penentu harga. Apabila ingin dapat harga yang lebih bagus, maka petani biasanya langsung membawa hasil buminya ke pedagang pasar di daerah Tegal, Brebes, atau Purwokerto.
Namun, hal ini tentunya memakan biaya transportasi yang cukup besar, sehingga harga yang bagus tetap harus dibayar dengan pengeluaran operasional yang besar.
Pengaruh telekomunikasi
Dengan kehadiran base transceiver station (BTS) operator seluler seperti Excelcomindo Pratama (XL) di wilayah tersebut, masyarakat Salem menjadi lebih terbuka dan modern. Hasil bumi tidak perlu diantar dan ditawarkan ke pedagang grosir secara door to door, melainkan cukup ditawarkan melalui telepon ke beberapa tengkulak hingga mendapatkan harga yang baik.
Update harga berbagai hasil bumi dan ternak juga bisa selalu dipantau melalui hotline Dinas Pertanian Kabupaten Brebes sehingga bisa mendapatkan gambaran harga terendah untuk produk tertentu.
Meski kelihatannya tertinggal, tetapi di Salem terdapat sarana pendidikan dari tingkat SD hingga SLTA. Selain banyak yang merantau ke luar kota selepas lulus SLTA, anak-anak asli Salem banyak juga yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi ke berbagai daerah, ada yang ke Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Ciamis, dan lainnya.
Melalui sarana telepon juga lah pemuda—pemuda Salem bisa mengetahui kondisi di luar desanya dengan menelpon saudara atau teman yang tengah berada di rantau, sehingga bisa mengetahui gambaran kehidupan di luar kota.
Melalui telekomunikasi juga pemuda Salem bisa memperoleh informasi lowongan kerja di tempat teman atau saudaranya bekerja, atau menemukan peluang usaha baru berupa pemasokan barang—barang kebutuhan yang sekiranya dibutuhkan di kota.
Tarmin misalnya, selepas lulus SLTA dia bekerja di sebuah hotel berbintang di Jakarta sebagai pembantu koki memasak di dapur. Dari situ Tarmin mengetahui kebutuhan mendesak dari hotel tempatnya bekerja berupa bahan baku pertanian dan peternakan seperti telur asin.
Tak segan—segan Tarmin pun mengontak rekannya di Salem yang memiliki sawah penghasil bawang merah, cabe, tomat, dan padi. Tarmin juga mengontak keluarganya yang peternak bebek untuk ikut mengirimkan telur asinnya ke Jakarta.
Dari situ lahirlah industri baru di Salem yang menelurkan lowongan pekerjaan bagi warga setempat, berupa industri pengolahan telur asin, pengangkutan sayur mayur, pengadaan sarana transportasi, dan pemasok dari petani-petani setempat.
Selain meningkatkan perekonomian setempat, keberadaan sarana telekomunikasi di Salem juga ikut mengangkat kehidupan sosial masyarakat yang tadinya cukup terbelakang.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)
No comments:
Post a Comment