Sunday, August 8, 2010

BlackBerry melanggar janji (2)



Oleh Arif Pitoyo
Pada tulisan BlackBerry melanggar janji (1), lebih banyak dipaparkan mengenai keluhan pengguna telekomunikasi terhadap layanan purnajual BlackBerry yang sangat mengecewakan. Pada tulisan kedua ini, saya ingin mengungkapkan mengenai sistem komunikasi data BlackBerry yang diduga bisa mengganggu privasi seseorang dan pada akhirnya mengganggu keamanan nasional suatu Negara. Benarkah?

Sebelum melangkah lebih jauh ke pembahasan utama, ada baiknya dipaparkan secara singkat mengenai sejarah ponsel cerdas yang diproduksi Research in Motion (RIM) tersebut.

BlackBerry adalah perangkat seluler yang memiliki kemampuan layanan push e-mail, telepon, sms, jelajah Internet, dan berbagai kemampuan nirkabel lainnya.
BlackBerry pertama kali diperkenalkan pada 1997 oleh perusahaan Kanada, RIM. Kemampuannya menyampaikan informasi melalui jaringan data nirkabel dari layanan perusahaan telepon genggam mengejutkan dunia

BlackBerry pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada pertengahan Desember 2004 oleh operator Indosat dan perusahaan Starhub. Starhub merupakan pengejewantahan dari RIM yang merupakan rekan utama BlackBerry.

Di Indonesia, Starhub menjadi bagian dari layanan dalam segala hal teknis mengenai instalasi BlackBerry melalui Indosat. Indosat menyediakan layanan BlackBerry Internet Service dan BlackBerry Enterprise Server
Pasar BlackBerry kemudian diramaikan oleh dua operator besar lainnya di Tanah Air, yakni XL Axiata dan Telkomsel, menyusul kemudian PT Natrindo Telepon Seluler (Axis).
Sejauh ini, fasilitas BlackBerry memang baru dimanfaatkan oleh para pengguna pribadi dan korporasi, belum merambah hingga bidang pemerintahan dan intelijen seperti di negara-negara lain.

Kita ingat, Presiden AS Barrack Obama setengah mati dilarang oleh lembaga keamanan Negara tersebut untuk menggunakan BlackBerry. Padahal, perangkat tersebut sangat membantu dalam mendongkrak pencitraannya pada saat Pemilu di AS tahun lalu.
Di beberapa Negara, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, pemerintah setempat sempat berencana memblokir akses layanan tersebut karena disinyalir mengganggu keamanan nasional dan membawa kepentingan sejumlah Negara tertentu.

Bagaimana dengan di Indonesia? Seperti juga di Negara lain, posisi operator telekomunikasi sangat lemah terhadap RIM. Sekarang ini jaringan mereka berupa tunnel dari operator ke jaringan mereka sendiri di Kanada atau di Singapura tanpa tersentuh sama sekali.

Dengan adanya kenyataan itu, maka seluruh kendali akses data ada di tangan RIM. Data tersebut bisa dalam Facebook, akses chatting, e-mail, foto, dan file dokumen lainnya.
Meski tidak disengaja, data perusahaan yang dikirim lewat e-mail apa pun, misalnya, pasti harus melalui server RIM di Kanada dan terekan di sana.

Operator telekomunikasi sama sekali tidak tahu jaringan mereka digunakan untuk apa. Aktivasi dan deaktivasi layanan BlackBerry pun bukanlah hak prerogative operator sama sekali, tetapi harus dari Kanada.

Posisi yang lemah dari operator di Indonesia pernah diungkapkan secara terbuka oleh Indosat. Indosat pernah mendesak Research In Motion (RIM/vendor BlackBerry) untuk meningkatkan margin operator telekomunikasi dari layanan BlackBerry (BB), mengingat Indonesia merupakan pasar terbesar produk tersebut di Asia Pasifik, tahun ini.

Pertumbuhan BlackBerry yang begitu pesat ternyata kurang dapat dinikmati operator lokal. Untuk itu, RIM perlu meningkatkan margin operator di Indonesia, di antaranya dengan menurunkan harga lisensi, membangun server di Tanah Air, dan melepas penjualan handset ke pasar bebas.

Selama ini setiap tarif BlackBerry yang dibayarkan pelanggan, sekitar 40% dibayarkan sebagai lisensi ke RIM, belum ditambah biaya akses internasional yang terhubung ke server vendor BlackBerry tersebut di Kanada.

Apabila RIM membangun servernya di Indonesia, biaya akses internasional bisa ditekan cukup signifikan, sehingga margin yang diterima operator bisa makin tinggi.
Pasar BlackBerry di Indonesia sangat unik, karena sampai ada layanan prabayar dengan tarif harian sehingga jumlah pelanggan untuk produk tersebut tidak bisa dipastikan secara fixed karena selalu berubah setiap hari.

Berbeda dengan vendor ponsel cerdas lainnya, seperti i-Phone dan merek ponsel lainnya, yang tak lebih hanya sekedar penyedia konten sementara akses komunikasi data menggunakan GPRS atau 3G milik operator.

Selain soal jaringan operator yang dipakai BlackBerry secara bebas, vendor asal Kanada tersebut juga melupakan suatu hal, bahwa layanan BIS dan BES yang mereka tawarkan, pada hakekatnya merupakan penyediaan jasa Internet seperti PJI-PJI yang selama ini menyediakan akses Internet kepada masyarakat melalui jaringan leased line operator.

Di Indonesia, RIM bebas memberikan jasa Internet tanpa lisensi PJI. Di China, meski pemerintahan setempat memblokir akses Facebook, tetapi tetap bisa diakses lewat BlackBerry. Ini bukati bahwa akses BlackBerry tidak melewati pertukaran Internet di suatu Negara dan langsung diberikan layanannya dari Kanada.

Sama halnya di Indonesia, ribut-ribut pemblokiran konten porno dalam Internet akan sia-sia apabila akses lewat BlackBerry juga tidak disaring.
Syarat agar akses BlackBerry juga bisa melewati pertukaran Internet adalah RIM mesti memiliki server di Indonesia dan didaftarkan ke Indonesia Internet eXchange milik Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) atau NICE (National InterConnection Exchange) yang dikelola oleh PT Internetindo Data Centra milik JoharAlam.

Penyaringan konten BlackBerry memang bukan berarti penyadapan secara langsung, tetapi apabila sewaktu-waktu aparat penegak hokum harus menyadap bisa dilakukan dengan mudah, asal sesuai dengan koridor hukum RI yang berlaku.
Penyadapan BlackBerry tetap tidak bisa dilakukan sembarangan meski servernya sudah ada di Indonesia, tetapi setidaknya konten-konten Internet yang diblokir lewat APJII juga menyentuh akses dari BlackBerry.

Pengguna juga perlu jaminan apabila mereka mendaftarkan email perusahaan atau instansi pemerintahan mereka tidak akan pernah dipakai oleh pihak ketiga, apalagi sampai mengganggu keamanan nasional.

Janji RIM untuk membangun mirroring server di Indonesia saja sudah sangat lama tidak terpenuhi, apalah lagi untuk membangun servernya sendiri.

Apabila pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika berhasil memaksa RIM membangun server dan pusat data di Indonesia, itu merupakan kado ulang tahun kemerdekaan RI yang sangat berharga karena artinya, kedaulatan RI tetap dihargai vendor dari Negara lain.

Namun, apabila sampai BlackBerry terus melanggar janji, tidak bisa tidak, langkah tegas harus diterapkan, yaitu berupa pemblokiran akses sementara sampai dibangunnya server tersebut.

No comments: