Thursday, August 5, 2010

Pertumbuhan semu industri telekomunikasi


this writing was published only at my blog

Oleh Arif Pitoyo

Sepertinya, baru pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah pertelekomunikasian di Indonesia, ada operator yang merevisi jumlah pelanggannya setelah diumumkan 3 bulan yang lalu.
Indosat merevisi jumlah pelanggannya sepanjang kuartal 1 2010 yang berakhir 31 Maret 2010 dari 39,1 juta menjadi 37,7 juta pelanggan.

Dalam situs resmi Indosat tertanggal 22 Juli 2010 diungkapkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa dan tidak mempengaruhi pencatatan keuangan secara keseluruhan sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia. Perubahan pencatatan tersebut sendiri telah dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI).

Padahal dalam pengumuman pencapaian jumlah pelanggan beberapa waktu yang lalu, jumlah pelanggan yang mencapai 39,1 juta tersebut naik dari kuartal yang sama 2009 hingga 17,6% atau bertambah hamper 6 juta pelanggan meski dinamika musiman biasanya menghambat kinerja pada setiap kuartal I berjalan.
Pada kuartal II tahun lalu juga Indosat sempat mengalami penurunan jumlah pelanggan hingga 3 juta pelanggan. Saat itu operator yang kini dikuasai oleh Qatar Telecom tersebut beralasan telah melakukan penghapusan nomor pengguna demi mencari pengguna yang berkualitas.

Berdasarkan catatan sebelumnya, pada kuartal pertama 2009, perseroan menghapus sebanyak 3,2 juta nomor pelanggan Indosat. Sehingga, perseroan hanya menyisakan 30,3 juta pelanggan per Juni dari 36,5 juta pelanggan pada akhir 2008.
Anak usaha Qtel itu pada periode kuartal IV 2009 berhasil mendapatkan 4,4 juta pelanggan baru sehingga pada akhir 2009 berhasil meraih 33,1 juta pelanggan. Angka itu melonjak 15% dibandingkan kuartal III 2009 dimana perseroan meraih 28,7 juta pelanggan.

Apabila dilihat lebih seksama, lonjakan pelanggan yang didapat Indosat sebagai sesuatu yang semu dan tak lebih dari kosmetik manajemen baru yang menjabat sejak pertengahan 2009 lalu.

Jika mengikuti mekanisme penjualan kartu perdana seluler, maka selama kuartal keempat 2009 Indosat menjual sekitar 22 juta nomor, hal ini mengingat biasanya setiap lima nomor terjual, hanya satu yang menjadi pelanggan. Hal tersebut sama saja dengan pemborosan penomoran demi mengejar kosmetik sesaat.
Operator seluler lainnya, PT XL Axiata pada kuartal II tahun ini mencatat pelanggan hingga 35,2 juta orang, naik 43% dari kuartal II/2009. Hingga akhir tahun 2009, jumlah pelanggan XL meningkat 21 persen menjadi 31,4 juta pelanggan sedangkan pelanggan Revenue Generating Base (RGB) prabayar meningkat sebesar 49 persen menjadi 31,1 juta pelanggan.

Pada periode yang sama, Telkomsel menyampaikan laporan keuangan konsolidasian (unaudited) kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Sampai dengan periode itu, Telkomsel mencatat jumlah pelanggan sebanyak 88,3 juta pelanggan. Perolehan itu meningkat 16,2 persen dibandingkan dengan kuartal II/2009 sebanyak 76 juta pelanggan.

Dari sisi operator fixed wireless access (FWA), menurut laporan kuartal I-2010, jumlah pelanggan Esia berhasil menyentuh 11 juta pelanggan, atau tumbuh 37,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencatat 8 juta pelanggan.

Dengan pencapaian tersebut, BTEL berusaha keras untuk menggapai target 14 juta pelanggan pada akhir 2010 sekaligus mewujudkan visinya dalam memperluas akses masyarakat terhadap layanan telekomunikasi murah dan berkualitas.
Sebenarnya fenomena apa yang bisa diambil dari catatan jumlah pelanggan operator telekomunikasi? Satu yang tak bisa dibantah adalah pertumbuhan pelanggan pascabayar selalu lebih rendah daripada pelanggan prabayar.

Hal tersebut sangat wajar mengingat jumlah pelanggan pascabayar tidak bisa dibohongi atau dikemas dalam kosmetika apapun. Berbeda dengan pelanggan prabayar, yang bisa diakali dengan memperpanjang masa tenggang, membiarkan nomor pelanggan yang sebenarnya tidak aktif sebagai pelanggannya, dan mengklaim sebagai pelanggan setiap ada pengaktifan nomor perdana, meski pelanggan hanya mengaktifkan dan langsung dibuang pada hari itu juga.

Hal tersebut sangat beralasan, karena sejumlah program promosi operator sangat menarik masyarakat untuk membeli kartu perdana yang biasanya diiming-imingi dengan sejumlah bonus tertentu. Manakala bonus tidak lagi diberikan, maka pelanggan dengan gampangnya membuang nomor tersebut.

Esia memiliki program promosi Esia GANAS (Gratis Nelpon Nasional), adapun XL meluncurkan program promo bertajuk Paket Combo yang memungkinkan pelanggan menikmati gratis 100 SMS serta 1MB layanan data setiap hari hingga 5 Mei 2010 mendatang.
Selain Paket Combo, XL juga memiliki program promosi Paket Nelpon Gila, yaitu beli Kartu Perdana XL mendapat paket Nelpon Gila, cuma nelpon 1 menit-an GratIs seGAlanya, ditambah dan 1MB layanan data.

Indosat juga tak ketinggalan, memiliki program promosi bertajuk IM3 semua Murah, bonus 1.500 SMS, nelpon cuma Rp 0,1/detik, Mentari Paket 50 (Nasional), Mentari Obral Obrol, Mentari Free Talk 5 Jam, dan Mentari Free Talk 5000, serta Mentari Hebat Ber-5.

Seakan tak mau ketinggalan, Telkomsel juga memiliki program promosi, yaitu Kartu As serba Rp1.000 dan Simpati Jagoan Duo.

Seiring dengan murahnya harga kartu perdana dengan tambahan pulsa sebesar Rp10.000, pengguna dari kalangan menengah ke bawah sangat terbiasa ganti nomor begitu pulsa pada kartu perdana habis.

Pengguna atau yang tidak produktif tersebut tetap tercatat sebagai pelanggan operator telekomunikasi sehingga pertumbuhan industry telekomunikasi yang banyak mereferensi dari jumlah pelanggan dipastikan semu.

Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) pernah mendesak perlunya standarisasi perhitungan pelanggan agar azas transparansi bisa ditegakkan.
Operator sudah banyak yang tercatat di bursa saham. Hingga saat ini tidak ada standarisasi perhitungan pelanggan sehingga banyak yang meragukan jumlah pelanggan dari operator kala diumumkan.

ATSI menilai jumlah pelanggan merupakan komponen yang penting dalam mengukur kinerja satu perusahaan terutama bagi para analis di lantai bursa. Berdasarkan jumlah pelanggan bisa dihitung Average Revenue Per User (ARPU), Revenue Per Minutes (RPM), dan Minute Of Usage.

Itu semua adalah hal yang mencerminkan kinerja dari satu operator, jika jumlah pelanggannya semu, bisa ketipu semua nanti yang beli saham.
Regulator dinilai untuk secepatnya menyusun standarisasi perhitungan jumlah pelanggan. Misalnya dengan menentukan masa aktif atau daur ulang satu nomor. Hal ini untuk mengatasi aksi sapu jagad alias menghidupkan nomor perdana menjelang tutup buku agar jumlah pelanggan membengkak. Karena sedikitnya, 10% pelanggan telekomunikasi di setiap operator adalah fiktif.

No comments: