Oleh Arif Pitoyo
Dana USO (universal service obligation), atau lebih dikenal dengan pungutan USO, sudah dipungut Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak 2005. Sebelum tahun tersebut, anggaran USO diambil dari pos Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Pada 2004 saja Departemen Perhubungan (dulu Ditjen Postel masih di bawah Dephub) hanya mengajukan anggaran Rp75 miliar meski yang cair hanya sekitar Rp45 miliar.
Sejak 2005, dana USO diambil dari pungutan 0,75% pendapatan operator atau penyelenggara jaringan telekomunikasi. Pada periode 2005--2006, jumlah dana USO yang terkumpul diprediksi mencapai Rp550 miliar.
Saat ini pemerintah menarik pungutan USO sebesar 1,25% dan bukan hanya dari penyelenggara jaringan, tetapi juga penyedia jasa seperti Internet service provider (ISP) dan bahkan rencananya juga dipungut dari penyedia konten dan penyedia layanan teknologi seperti BlackBerry.
Mulai pelaksanaan USO pada 2007, meski diliputi kontroversi akan ketentuan dalam UU Telekomunikasi No. 36/1999, pemerintah menggelar tender pelaksanaan USO.
Sesuai dengan Pasal 16 Ayat 1 UU No.36/ 1999, kewajiban membangun fasilitas telekomunikasi untuk pedesaan dibebankan pada penyelenggara jaringan telekomunikasi tetap yang telah mendapatkan izin dari pemerintah berupa jasa sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) dan atau jasa sambungan lokal.
Jika berpatokan pada pasal tersebut, maka pemilik lisensi jaringan tetap seperti Telkom, Indosat, Batam Bintan Telekomunikasi, Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, dan Bakrie Telecom, seharusnya diperintahkan untuk membangun USO tanpa perlu ditenderkan.
Namun, pemerintah mengakalinya dengan cara memberikan lisensi jartap kepada pemenang USO yang pada akhirnya memicu obral lisensi.
Kembali ke soal pihak—pihak yang dipungut USO. Ternyata dalam pelaksanaan tender, baik dalam tender USO voice atau telepon perdesaan maupun USO Internet Kecamatan, pihak—pihak yang sudah dipungut USO tidak bisa serta merta bisa ikut tender penggelaran layanannya.
Sebut saja ISP yang terganjal aturan permodalan sehingga menuntut mereka saling bekerja sama membentuk konsorsium.
Belum lagi nanti kalau penyedia konten dan BlackBerry ikut dipungut juga yang tentu saja tidak bisa ikut tender penggelaran jaringan. Karena untuk ikut serta dalam tender USO, batas kepemilikan asing maksimal 49%.
Pemerintah nampaknya hanya ingin mendapatkan dana dari USO yang sebesar-besarnya, sementara para pihak yang telah membayarnya tidak diperlakukan secara equal level playing field.
Pada penggelaran tender USO 2008, Telkomsel keluar sebagai pemenangnya bersama Icon+ yang menggarap di wilayah timur Indonesia.
Namun, Icon ternyata gagal memenuhi target pembangunan proyek telepon perdesaan (universal service obligation/USO voice) di wilayah timur Indonesia dan terancam kena denda.
Padahal, Icon+ juga berpeluang besar menguasai proyek USO Internet Kecamatan di tujuh paket pekerjaan tender USO penyediaan layanan Internet kecamatan (PLIK) karena merupakan penawar terendah hingga 70% dari pagu. Anak usaha PLN itu juga memiliki nilai tertinggi di tujuh paket tersebut mengungguli Telkom.
Mengenai sanksi denda, pemerintah berjanji akan membahasnya secara internal mengenai besaran dan waktu penerapannya.
Paket pekerjaan USO voice yang dimenangi Icon+ meliputi wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat.
Sama seperti keikutsertaannya dalam tender USO Internet kecamatan, pada USO voice Icon+ menawar harga sangat rendah hingga di bawah 80% dari harga penilaian sendiri (HPS) hingga menyisihkan Telkom dan Telkomsel.
Kegagalan Icon+ dalam menyelesaikan pembangunan USO voice membuat sejumlah pihak meragukan komitmen perusahaan tersebut dalam tender USO Internet Kecamatan.
Kegagalan Icon+ tentu saja sama dengan membuang anggaran dan dana USO yang dikumpulkan dari penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi, baik yang kecil atau pun yang besar.
Kini, masyarakat dan kalangan telekomunikasi tengah berharap—harap cemas menanti pengumuman pemerintah mengenai pemenang tender USO Internet Kecamatan.
Pemerintah jangan sampai salah dalam memilih pemenang tender karena yang benar—benar memiliki komitmen tinggi itu lah yang perlu diutamakan dan bukan hanya sekadar harga yang terendah.Karena dana USO sebaiknya jangan dibuang sayang.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)
Pada 2004 saja Departemen Perhubungan (dulu Ditjen Postel masih di bawah Dephub) hanya mengajukan anggaran Rp75 miliar meski yang cair hanya sekitar Rp45 miliar.
Sejak 2005, dana USO diambil dari pungutan 0,75% pendapatan operator atau penyelenggara jaringan telekomunikasi. Pada periode 2005--2006, jumlah dana USO yang terkumpul diprediksi mencapai Rp550 miliar.
Saat ini pemerintah menarik pungutan USO sebesar 1,25% dan bukan hanya dari penyelenggara jaringan, tetapi juga penyedia jasa seperti Internet service provider (ISP) dan bahkan rencananya juga dipungut dari penyedia konten dan penyedia layanan teknologi seperti BlackBerry.
Mulai pelaksanaan USO pada 2007, meski diliputi kontroversi akan ketentuan dalam UU Telekomunikasi No. 36/1999, pemerintah menggelar tender pelaksanaan USO.
Sesuai dengan Pasal 16 Ayat 1 UU No.36/ 1999, kewajiban membangun fasilitas telekomunikasi untuk pedesaan dibebankan pada penyelenggara jaringan telekomunikasi tetap yang telah mendapatkan izin dari pemerintah berupa jasa sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) dan atau jasa sambungan lokal.
Jika berpatokan pada pasal tersebut, maka pemilik lisensi jaringan tetap seperti Telkom, Indosat, Batam Bintan Telekomunikasi, Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, dan Bakrie Telecom, seharusnya diperintahkan untuk membangun USO tanpa perlu ditenderkan.
Namun, pemerintah mengakalinya dengan cara memberikan lisensi jartap kepada pemenang USO yang pada akhirnya memicu obral lisensi.
Kembali ke soal pihak—pihak yang dipungut USO. Ternyata dalam pelaksanaan tender, baik dalam tender USO voice atau telepon perdesaan maupun USO Internet Kecamatan, pihak—pihak yang sudah dipungut USO tidak bisa serta merta bisa ikut tender penggelaran layanannya.
Sebut saja ISP yang terganjal aturan permodalan sehingga menuntut mereka saling bekerja sama membentuk konsorsium.
Belum lagi nanti kalau penyedia konten dan BlackBerry ikut dipungut juga yang tentu saja tidak bisa ikut tender penggelaran jaringan. Karena untuk ikut serta dalam tender USO, batas kepemilikan asing maksimal 49%.
Pemerintah nampaknya hanya ingin mendapatkan dana dari USO yang sebesar-besarnya, sementara para pihak yang telah membayarnya tidak diperlakukan secara equal level playing field.
Pada penggelaran tender USO 2008, Telkomsel keluar sebagai pemenangnya bersama Icon+ yang menggarap di wilayah timur Indonesia.
Namun, Icon ternyata gagal memenuhi target pembangunan proyek telepon perdesaan (universal service obligation/USO voice) di wilayah timur Indonesia dan terancam kena denda.
Padahal, Icon+ juga berpeluang besar menguasai proyek USO Internet Kecamatan di tujuh paket pekerjaan tender USO penyediaan layanan Internet kecamatan (PLIK) karena merupakan penawar terendah hingga 70% dari pagu. Anak usaha PLN itu juga memiliki nilai tertinggi di tujuh paket tersebut mengungguli Telkom.
Mengenai sanksi denda, pemerintah berjanji akan membahasnya secara internal mengenai besaran dan waktu penerapannya.
Paket pekerjaan USO voice yang dimenangi Icon+ meliputi wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat.
Sama seperti keikutsertaannya dalam tender USO Internet kecamatan, pada USO voice Icon+ menawar harga sangat rendah hingga di bawah 80% dari harga penilaian sendiri (HPS) hingga menyisihkan Telkom dan Telkomsel.
Kegagalan Icon+ dalam menyelesaikan pembangunan USO voice membuat sejumlah pihak meragukan komitmen perusahaan tersebut dalam tender USO Internet Kecamatan.
Kegagalan Icon+ tentu saja sama dengan membuang anggaran dan dana USO yang dikumpulkan dari penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi, baik yang kecil atau pun yang besar.
Kini, masyarakat dan kalangan telekomunikasi tengah berharap—harap cemas menanti pengumuman pemerintah mengenai pemenang tender USO Internet Kecamatan.
Pemerintah jangan sampai salah dalam memilih pemenang tender karena yang benar—benar memiliki komitmen tinggi itu lah yang perlu diutamakan dan bukan hanya sekadar harga yang terendah.Karena dana USO sebaiknya jangan dibuang sayang.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)