Wednesday, December 1, 2010

3 Operator minta penurunan tarif

JAKARTA: Tiga operator telekomunikasi seluler diketahui meminta penurunan tarif interkoneksi hingga 30%-35% kepada pemerintah dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Ketiga operator seluler tersebut meliputi PT XL Axiata, PT Natrindo Telepon Seluler, dan PT Hutchison CP Telecommunication.

“Perhitungan kami setidaknya turun 40% karena cost rata-rata per menit industri setidaknya telah turun 50%,” ujar Presdir XL Axiata Hasnul Suhaimi kepada Bisnis hari ini.

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menetapkan penurunan tarif interkoneksi sekitar 4%-6% tahun ini. Kesepakatan tersebut baru berlaku bila sudah ada persetujuan dari Menkominfo.

Menkominfo Tifatul Sembiring mengaku masih belum memutuskan penetapan tarif interkoneksi tersebut.

Anggota BRTI Nonot Harsono mengungkapkan operator tidak berhak menolak penetapan tarif oleh regulator karena evaluasi tarif merupakan tugas berkala dari BRTI.

“Metode hitung disepkati, timeline disepakati, masukan dan usulan juga sudah disepakati semua, jadi hasilnya tidak boleh ditolak,” ujarnya.

Menurut dia, adanya penurunan tarif dikhawatirkan malah menurunkan kualitas layanan telekomunikasi, dan dimanfaatkan sejumlah operator untuk berjualan gratis.

BRTI diketahui menerima permintaan penurunan tarif telekomunikasi sebesar 30%-35% dari Pt XL Axiata, PT Natrindo Telepon Seluler, dan Pt Hutchison CP.

Penurunan tarif interkoneksi yang akan ditetapkan Kementerian Komunikasi dan Informatika dinilai terlalu kecil karena average revenue per minute (ARPM) operator besar sudah turun lebih dari 100%.

Mantan Dirut Indosat Johnny Swandi Sjam mengatakan regulator dan pemerintah seharusnya menetapkan tarif interkoneksi berdasarkan ARPM tiga operator besar, yaitu Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat.

“Tinggal membagi dua ARPM operator besar tersebut, maka itu lah yang disebut tarif interkoneksi dan sudah memberikan keuntungan yang besar kepada operator,” katanya kepada Bisnis hari ini.

Apabila dilihat ARPM Indosat pada 2008, katanya, maka nilainya saat itu adalah Rp250 dan saat ini sudah turun hingga mencapai sekitar Rp100, berarti turun lebih dari 100%.

Mantan Dirut Indosat tersebut mengungkapkan apabila penurunan tarif hanya sekitar 4%-6% tentunya itu terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan riil yang didapat operator setiap menitnya.

Penetapan secara sepihak oleh BRTI tersebut disesalkan oleh pengguna telekomunikasi di Indonesia. Melalui Indonesia Telecommunication User Group (Idtug), pengguna telekomunikasi menyesalkan penetapan tarif oleh BRTI tanpa adanya konsultasi publik seperti biasanya.

“Budaya konsultasi publik sebelum menetapkan kebijakan seakan hilang dalam penetapan tarif interkoneksi tersebut. Ada apa ini? Padahal pengguna berharap penurunannya lebih besar lagi, sampai lebih dari 40% agar semua masyarakat bisa turut menikmati komunikasi yang murah,” tegas Sekjen Idtug Muhammad Jumadi.(api)

No comments: