JAKARTA (Bisnis.com): PT Media Cita Indostar—operator Indovision-- menilai wacana penggunaan pita 2,5 GHz untuk teknologi long term evolution (LTE) merupakan ulah vendor asing yang ingin menjual produknya.
“Pemerintah harus berhati—hati, jangan sampai diintervensi oleh vendor asing tersebut. Dulu desakan pita 2,5 GHz untuk WiMax juga karena ulah vendor Internet pita lebar, sekarang giliran vendor LTE yang berharap produknya laku di Indonesia,” ujar Corporate Secretary PT MCI Arya Mahendra kepada Bisnis.com hari ini.
Menurut dia, di negara lain belum ada yang menggunakan LTE, sementara di Indonesia, operator belum mengoptimalkan layanan seluler generasi ketiga (3G) dan belum balik modal.
PT MCI menguasai 150 MHz spektrum pita 2,5 GHz yang digunakan untuk penyelenggaraan layanan broadcasting Indovision melalui satelit Indostar 2/Protostar 2.
Pemerintah mempertimbangkan opsi mengganti rencana pengembangan teknologi pita lebar bergerak dari mobile WiMax ke long term evolution (LTE) dengan menyiapkan pita 2,5 GHz.
Plt Dirjen Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan opsi membatalkan mobile WiMax dan memilih teknologi LTE untuk menggelar layanan pita lebar bergerak (mobile broadband). Pemerintah telah mengalokasikan pita 2,3 GHz untuk teknologi fixed WiMax berteknologi 16d.
Arya menilai teknologi LTE sebaiknya ditempatkan pada pita 3G yang sudah ada sehingga tinggal meng-upgrade teknologinya saja.
“Sebaiknya industri telekomunikasi tidak terus menerus merecoki industri broadcasting dan sebaiknya berjalan bersama di frekuensi masing—masing. Penataan frekuensi pada dasarnya merupakan ulah vendor asing yang ingin memasarkan produknya di Indonesia,” ujarnya.
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menilai LTE seperti WiMax yang bisa dibeberapa rentang frekuensi seperti di 800 MHz, 2,1 GHz, dan 2,5 GHz. “Tidak benar kalau ada intervensi seperti itu,” ujarnya.(api)
No comments:
Post a Comment