Pada sekitar akhir Januari, handset BlackBerry milik seorang pengguna di wilayah Depok tiba—tiba layarnya mati tanpa alasan yang jelas meski sinyal tetap bekerja seperti biasa. Kebetulan, pengguna tersebut berlangganan layanan BlackBerry dari Indosat, maka untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, pengguna membawa unit BlackBerry tersebut ke Galery Indosat di Sarinah, Jakarta Pusat.
“Paling tidak perbaikan BlackBerry ini selesainya bisa lebih dari 3 bulan, karena kami harus membawanya ke Singapura atau Kanada,” ujar seorang customer service Galery Indosat dengan entengnya.
Kini, hampir 5 bulan sudah berlalu, tetapi BlackBerry yang sudah gak tahu lagi kemana rimbanya kini hampir tidak berbekas dan tak kunjung selesai perbaikannya. Update informasi mengenai perbaikannya juga tidak pernah didapat sehingga pengguna tersebut merasa sangat dirugikan.
Sebenarnya RIM juga menyediakan BlackBerry pengganti pada saat pengajuan perbaikan tersebut, tetapi melalui proses yang cukup rumit, dan itu pun harus melalui persetujuan kator pusat RIM di Kanada.
Apabila persetujuan dari RIM sudah didapat, belum tentu juga BlackBerry pengganti langsung diberikan karena tergantung persediaan di Galery yang bersangkutan.
Padahal, RIM sudah menyatakan bahwa service centre BlackBerry di Indonesia sudah memenuhi standar seperti di Singapuira sehingga pengguna tidak lagi membawa BalckBerry yang rusak ke negara tersebut.
Indonesia Telecommunication User Group (Idtug) secara tegas akan mengirimkan somasi ke RIM karena mengabaikan penggunanya di Indonesia dengan tidak menyediakan service center yang standar seperti yang sudah dijanjikan.
Dan yang sangat disayangkan, operator nampaknya tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk membela pelanggannya yang teraniaya. Regulator juga terkesan diam saja meski sebenarnya sudah banyak kejadian serupa dialami pelanggan BalckBerry.
Research in Motion (RIM), vendor BlackBerry asal Kanada, memang mengaku sudah mendirikan layanan purnajual di Indonesia per 21 Agustus 2009 melalui surat produsen tersebut kepada BRTI No. 652/2009 tertanggal 15 Juli 2009. Setidaknya enam pusat layanan sudah dibuka oleh vendor ponsel pintar tersebut.
RIM juga berjanji layanan purnajual yang dimilikinya sesuai dengan standar di Singapura dan akan terus bekerja sama dengan Indonesia seperti dengan 165 negara tempatnya beroperasi.
Dalam operasionalnya, RIM menjalin kerja sama dengan Teleplan Indonesia untuk penyediaan fasilitas dukungan perbaikan di dalam negeri bagi para pengguna BlackBerry di Indonesia.
Bahkan tim dari Departemen Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengunjungi RIM-Authorized Repair Facility yang ada di Indonesia.
Pada saat itu, rapat pleno Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) secara prinsip dapat menerima kelengkapan, mekanisme, dan prosedur fasilitas reparasi resmi yang dimiliki RIM.
Namun kenyataannya, ketika sejumlah pengguna BlackBerry mencoba memperbaiki handset tersebut, pihak mitra RIM di Indonesia menyatakan masih akan membawanya ke Singapura atau Kanada dengan jangka waktu penyelesaian hingga 3 bulan.
Waktu 3 bulan dinilai terlalu lama dan tidak akan terjadi apabila RIM menyediakan layanan purnajual yang memadai di Indonesia. Karena vendor handset merek lain yang sudah memiliki layanan purnajual di Indonesia hanya memerlukan waktu maksimal 2 minggu jenis kerusakan handset yang sama.
Melecehkan pemerintah
Memang benar RIM menyediakan handset pengganti, tetapi handset pengganti tersebuthanya diberikan selama persediaan masih ada dan harus melalui proses dengan persetujuan RIM.
Direktur Kebijakan Publik Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Kamilov Sagala mempertanyakan komitmen RIM pada pelanggan BlackBerry di Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
"Hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Jelas ini merupakan pelecehan terhadap kebijakan pemerintah karena tujuan adanya layanan purnajual BlackBerry adalah setiap kerusakan atau gangguan bisa langsung ditangani di Indonesia sehingga tidak memerlukan waktu yang lama," tuturnya.
Menurut dia, regulator, dalam hal ini Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), harus tegas dan menindak vendor asal Kanada tersebut.
Idtug mendesak RIM agar tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar untuk mengambil keuntungan saja, regulator juga sebaiknya mengawasi dan mengecek layanan purnajual RIM lebih teliti dan tidak sekadar menerima janji-janji yang ternyata tidak benar sepenuhnya.
Depkominfo sendiri pernah membekukan sertifikasi BlackBerry baru mulai periode Juni sampai dengan 16 Juli 2009.
Bahkan pemerintah sempat berencana membekukan impor BlackBerry secara total baik baru ataupun lama karena RIM tidak menunjukkan komitmen jelas mengenai pendirian layanan purnajual.
Sebelumnya juru bicara manajemen Research In Motion, Waterloo, Kanada, menuturkan fasilitas layanan reparasi akan memperluas kemampuan layanan purnajual RIM yang telah ada. "Ini juga untuk mendukung pertumbuhan penjualan smartphone BlackBerry oleh mitra-mitra kami di Indonesia," ujarnya.
Dengan adanya kasus BlackBerry rusak yang dibawa ke Singapura atau Kanada tersebut, membuktikan bahwa vendor tersebut sudah melanggar janji, baik janjinya ke pemerintah, regulator, maupun masyarakat penggunanya.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)