Thursday, July 3, 2008

Mengapa Harus Ada Tender SLJJ?

Arif Pitoyo

Layanan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) atau lazim disebut long distance service sebenarnya bukanlah barang mewah untuk suatu operator telekomunikasi, apalagi seluler, di mana tanpa lisensi itu pun sebuah penyelenggara layanan bergerak tersebut bisa memberikan jasa panggilan dari satu kota ke kota lainnya, atau bahkan dari negara satu ke negara lainnya.

Di beberapa negara maju, SLJJ bukanlah merupakan suatu lisensi tersendiri yang mesti diperebutkan, karena operator fixed line bisa secara otomatis mendapatkannya.

Indonesia, yang masih menganut monopoli semu atau liberalisasi setengah hati nampaknya belum begitu terbiasa dengan era kebebasan berkomunikasi, di mana Telkom sebagai operator incumbent yang notabene milik pemerintah sendiri seakan takut dan khawatir pangsa pasarnya digerogoti pemain lain.

Padahal, apalah artinya 30 juta pelanggan FWA bagi lebih dari 230 juta penduduk Indonesia? Betapa masih melimpahnya pasar telekomunikasi tetap, kenapa juga harus diperebutkan atau ditakutkan?

Hanya operator telekomunikasi yang takut berkompetisi lah yang akan menghalangi pemberian lisensi SLJJ secara cuma-cuma kepada operator jaringan tetap. Tender yang sedianya digelar pun sangat jauh dari pelaksanaannya. Nyatanya, pemerintah memang seakan sengaja mengulur-ulur waktu pelaksanaan tender SLJJ tersebut yang dulunya dijadwalkan terselenggara Juni 2007, lalu mundur jadi awal tahun ini, dan sekarang... mundur lagi sampai Agustus. Ada apa gerangan? Apakah ada tekanan dari pihak tertentu? Jawabannya ada di pemerintah sendiri.

Perlu diketahui, sebelum 1999, Telkom sebagai BUMN menjadi penguasa di bidang layanan telepon tetap, baik lokal, sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), maupun sambungan langsung internasional (SLI).

Keberadaan Telkom-sebagai perusahaan swasta zaman kolonial yang didirikan sejak 1882, hingga akhir 2003 hanya mampu membangun 8,7 juta SST kapasitas terpakai berdasarkan data dari Dephub pada 2003 atau teledensitas 4%.

Bandingkan dengan segmen seluler -yang sejak lahirnya pada 1995/ 1996 sudah dikompetisikan- yang hingga akhir 2002 atau hanya dalam tempo sekitar tujuh tahun, tiga operator GSM utama (Telkomsel, Satelindo dan Exelcomindo) sudah berhasil meraih 10,6 juta pelanggan.

Pemerintah mulai mancanangkan skema duopoli penyelenggaraan telepon saluran tetap antara Telkom dan Indosat pada 1999 hingga 2001. Indosat mengantongi izin penyelenggaraan telepon lokal untuk Jakarta dan Surabaya sejak awal Agustus 2002.

Akses SLJJ memang sudah banyak ditinggalkan pelanggan telekomunikasi. Pendapatan baik Telkom maupun Indosat dari tahun ke tahun selalu turun tergerus layanan seluler atau pun VoIP. Saat ini, layanan SLJJ lebih banyak diperlukan untuk menyalurkan akses SLI ke kota-kota di Indonesia. Karena tanpa lisensi SLJJ, maka biaya yang dibebankan oleh suatu operator di luar Telkom akan sangat besar.

Bila SLJJ diberikan secara otomatis kepada operator layanan tetap, mungkin bukan hanya penyelenggara telekomunikasi saja yang diuntungkan, tetapi juga masyarakat pengguna telekomunikasi yang menjadi pelanggan operator jaringan tetap di luar Telkom.

foto: zu.edu.eg

2 comments:

Anonymous said...

Good article!

Anonymous said...

saat ini belum ada roadmap yang jelas mengenai SLI dan SLJJ. Jadi sebaiknya SLJJ merupakan enabler dan tidak berdiri sendiri




Setyanto P. santosa